Liputan6.com, Bangli - Bagi warga Desa Penglipuran, bambu merupakan warisan turun-temurun yang wajib dilestarikan. Di desa yang telah ada sejak adab ke-13 itu, puluhan hektare bambu terawat baik hingga saat ini.
Bendesa Adat (kepala desa adat) Penglipuran I Wayan Supat (49) menuturkan, Desa Panglipuran memiliki luas 112 hektare. Area seluas itu kemudian dibagi untuk beberapa fungsi, yakni 9 hektare untuk permukiman yang terbagi dalam 76 petak, 55 hektare tegalan, dan sisanya fasilitas umum.
"Sebanyak 45 hektare-nya hutan bambu. Hutan bambu ini warisan leluhur kami. Mungkin hutan bambu ini jauh lebih dulu ada ketimbang desa ini. Mungkin bambu itu dibabat untuk membangun permukiman," kata Supat kepada Liputan6.com, Sabtu, 10 Desember 2016.
Hutan bambu juga berfungsi sebagai perbatasan dengan desa lain. "Perbatasannya sekitar 200 meter. Di selatan itu berbatasan dengan Cempaga, di barat dengan Desa Cekeng, di utara Desa Kayang dan di Timur Desa Kubu," kata dia.
Supat juga menerangkan hutan bambu merupakan bukti kearifan lokal warga Desa Panglipuran. Aturan adat desa yang berlokasi Kelurahan Kubu, Desa Bangli, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli, itu, kata Supat, mewajibkan adanya daerah resapan.
"Untuk mencapai yang namanya harmoni, damai, sejahtera, jangan berprinsip material saja. Sebaliknya, harus memikirkan manfaat ekonomis dan ekologis. Inilah yang disebut palemahan, yakni hubungan harmonis manusia dengan alam," ucap dia.
Sejak dahulu pula, menurut Supat, warga di Desa Penglipuran memiliki budaya membuat rumah beratap bambu. "Jadi, ada hubungan antara memelihara dan memanfaatkan. Penglipuran sendiri artinya pelestarian," ucap dia.
Sejak dahulu, Desa Penglipuran memiliki aturan tata guna lahan yang wajib atas persetujuan desa. Warga desa tak boleh menjual tanah selain kepada warga Desa Penglipuran sendiri.
"Aspek lingkungan kami punya aturan yaitu melestarikan rumah adat. Bagi kami prinsipnya pariwisata untuk Penglipuran, bukan sebaliknya," ujar Supat, sembari menambahkan jika Desa Penglipuran dinobatkan menjadi desa wisata oleh pemerintah pusat sejak 1993.
Dalam memanfaatkan hutan bambu, warga juga tak bisa menebang pohon seenaknya. Ada aturan main yang mesti diperhatikan.
"Sistem tebang hari baik saat kemarau atau kering, karena dalam satu rumpun (pohon bambu), ada tiga generasi yaitu rebung, kakaknya (bambu muda) dan (bambu) yang siap tebang," tutur dia.
Ia melanjutkan, berdasarkan penelitian dari Kebun Raya Bedugul, ada 13 jenis pohon bambu di hutan Desa Penglipuran. Mereka adalah bambu jajang aya, jajang Bali, jajang panteg, jajang taluh, jajang papah, jajang batu, tambang gading, tambang, petung buluh, buluh tali suet, tali, gadung, dan ampel.
Menurut Supat, hutan bambu yang dimiliki desanya juga berfungsi wisata. Dulu, wisatawan yang mengunjungi Desa Penglipuran bisa berkeliling hutan bambu menggunakan delman yang telah disediakan. Trek atau jalur pun telah disiapkan menggunakan jalan paving.
Namun, wisata hutan bambu itu tak berjalan mulus dan akhirnya kini tak berjalan. Padahal, mengunjungi hutan bambu Desa Penglipuran benar-benar sejuk. Anda ingin mencobanya?
Advertisement