Liputan6.com, Geneva - Setiap tahun, pada tanggal 10 Desember, dunia merayakan Hari HAM Internasional. Hari itu merupakan kesempatan mengenang para pegiat yang karya-karyanya telah membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik.
Ada beberapa nama yang sering terdengar, misalnya Martin Luther King, yang berkampanye demi kesetaraan rasial, atau Aung San Suu Kyi, pemimpin Myanmar yang membebaskan negerinya dari cengkeraman kekuasaan militer. Untuk Suu Kyi, kini dunia menyorotnya karena dianggap gagal melindungi Rohingya dari kekerasan.
Baca Juga
Advertisement
Seiring berjalannya waktu, para pemimpin tersohor menjadi perwakilan dari suatu gerakan yang lebih besar, sehingga pencapaian dan pengorbanan mereka yang berjuang bersamanya kemudian lenyap ditelan sejarah.
Walaupun mereka kemudian tidak pernah terdengar, seperti dikutip dari World Economic Forum pada Selasa (13/12/2016), sejumlah orang berikut ini telah mengubah dunia:
1. Octavius Catto
Frederick Douglass telah dikenal sebagai pegiat Afrika-Amerika paling berpengaruh pada Abad ke-19.
Douglass dilahirkan dalam perbudakan. Tapi, setelah belajar membaca dan menulis secara mandiri, ia kemudian melarikan diri dari majikannya dan menjadi salah satu pemimpin gerakan abolisionis. Hingga sekarang, karya-karyanya masih diajarkan di sekolah-sekolah Amerika Serikat (AS).
Pencapaian Octavius Catto tidak kalah pentingnya. Bahkan, sebelum berusia 30 tahun, ia telah memimpin perjuangan melawan pemisahan (segregasi) di kereta-kereta berkuda di Philadelphia, negara bagian Pennsylvania.
Beberapa tahun kemudian, setelah lolosnya Amandemen ke-15 yang mendukung kalangan Afrika-Amerika, ia berkampanye tanpa lelah untuk memastikan para sejawatnya menegakan hak mereka sebagai warga negara. Ia ditembak hingga tewas ketika melakukan hal tersebut.
Saat itu, pembunuhan dirinya memicu kericuhan publik. Tapi, orang pada masa kini mungkin tidak pernah mendengar tentang dia, walaupun, seperti diamati NPR, pahlawan terlupakan itu meletakkan landasan kepada orang-orang sesudahnya, "Catto dan generasinya meninggalkan jejak untuk diikuti oleh pria dan wanita Abad ke-20."
Advertisement
2. Sophia Duleep Singh
Ketika terpikir tentang gerakan penderitaan suffragette di Inggris, ada satu nama yang langsung muncul, yaitu Pankhurst, terutama karena kegiatan Emmeline Pankhurst bersama dengan 2 putrinya, Christabel dan Sylvia. Karena jasa mereka, kaum wanita Inggris meraih hak memberi suara.
Tapi kita mungkin belum pernah mendengar tentang Sophia Duleep Singh. Ia adalah keturunan ningrat India, sekaligus putri sarani bagi Ratu Viktoria. Laporan dokumenter BBC menyebutnya, "sangat terkenal seperti seorang layaknya selebriti internasional."
Ia bisa saja menggunakan ketenaran itu dan memanfaatkannya demi hidup yang nyaman, tapi ia malah menjadi anggota suffragette, melakukan penggalangan dana, berpawai ke parlemen, dan melanggar hukum demi hak memilih bagi kaum wanita.
Namanya mungkin tidak sering terdengar dalam buku-buku sejarah. Tapi, seperti ditegaskan oleh penulis biografinya, ia "penting sekali dalam perjuangan yang membantu menggeser kesetimbangan kekuasaan di Inggris."
3. Sedick Isaacs
Nelson Mandela disebut sebagai salah satu kekuatan intelektual gerakan anti-apartheid di Afrika Selatan. Kita sering mendengar namanya, bersama-sama dengan Steve Biko dan Desmond Tutu.
Tapi hanya segelintir orang yang pernah mendengar nama Sedick Isaacs. Ia tidak terlalu kelihatan seperti pelaku kampanye politik dan kerap disebut "pendiam dan polos".
Tapi, menurut pesan saat kematiannya, disebutkan, "kasarnya ketidakpedulian dan ketidakdilan mendasar sistem apartheid yang sedemikian kuat untuk diabaikan" dan iapun bergabung dengan kampanye untuk kesetaraan rasial.
Setelah berusaha meledakan gardu listrik kecil, ia ditangkap dan menjalani hukuman kurungan selama 13 tahun di penjara Robben Island yang terkenal ganas.
Ketika berada di sana, ia melakukan kampanye bagi hak-hak narapidana untuk mendapatkan pendidikan. Ia juga mengajar matematika kepada sesama tahanan.
Kata para pegiat Afrika Selatan setelah Isaacks wafat, "Kita menghormati seorang pria yang hebat dan tidak mementingkan diri, yang menjalani kehidupannya demi melayani kemajuan sesama manusia."
Advertisement
4. Claudette Colvin
Kita sudah sering mendengar seorang wanita yang menolak meninggalkan kursinya kepada seorang kulit putih dalam bus, sehingga ia berhasil menantang undang-undang bersifat rasis yang memperlakukan warga Afrika-Amerika sebagai warga kelas dua di Amerika Serikat.
Tapi, sekitar 9 bulan sebelum Rosa Parks melakukan hal yang kemudian memicu kejadian Montgomery Bus Boycott, seorang remaja bernama Claudette Colvin (15) telah melakukan hal yang persis sama.
Setelah menolak berdiri demi seorang penumpang lain berklit putih, Colvin didepak keluar dari bus dan diseret masuk penjara. Ia kemudian menjadi satu di antara 4 terdakwa dalam kasus Browder v. Gayle, yaitu kasus yang mengakhiri segregasi dalam bus di Montgomery.
Menurut New York Times, walau dengan tindakannya yang berani itu, Colvin baru dianggap kurang penting dalam perbaikan HAM.
Ia tetap tidak terdengar karena, pada zamannya, ia dianggap tidak layak menjadi wajah pergerakan HAM yang lebih luas, demikian ditulis oleh penulis biografinya. Alasannya, "Mereka khawatir tidak bisa menang bersama dia."
David J. Garrow, pemenang Pulitzer Prize yang menulis biografi Martin Luther King, Jr. menegaskan bahwa orang seperti Colvin adalah "pengingat penting bahwa perubahan besar terkadang dipicu oleh orang biasa yang tak dikenal, yang kemudian menghilang."