Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) menyatakan, keuntungan penjualan solar subsidi tahun ini sudah tidak cukup untuk menutupi harga tahun depan. Oleh karena itu dinilai perlu ada kenaikan harga solar subsdi mulai Januari 2017.
Wakil Direktur Pertamina Ahmad Bambang mengatakan, saat 1 Oktober 2016 dengan melihat parameter pembentukan harga seharusnya harga solar subsidi naik. Namun untuk menjaga kestabilan ekonomi harga solar subsidi tidak dinaikkan hingga Desember 2016.
"Solar harusnya naik. Akan tetapi karena punya laba, solar harganya tetap," kata Bambang dalam Pertamina Energy Forum 2016, di kawasan bisnis Sudirman, Jakarta, Selasa (13/12/2016).
Baca Juga
Advertisement
Bambang mengungkapkan, harga solar bersubsidi yang tidak naik tersebut, karena ditutupi dari keuntungan penjualan solar subsidi dari bulan-bulan sebelumnya. Namun, keuntungan yang mensubsidi solar Rp 500 per liter tersebut hanya cukup hingga Desember 2016.
Sedangkan harga acuan solar terus naik. Jika mengacu pada kondisi sebenarnya harga solar sudah berada di atas Rp 6.000 per liter. Oleh karena itu diperkirakan subsidi solar mencapai Rp 1.200 per liter pada Januari 2017, jika harga solar subsidi tetap Rp 5.150 per liter.
"Tapi satu Januari saat ini kami sudah defisit laba solar dengan subsidi Rp 500 per liter itu sudah defisit (bertambah jadi) Rp 700 per liter artinya total harga solar dengan Rp 5.150 itu. Artinya subsidinya Rp 1.200, riil harga sudah di atas Rp 6 ribu," papar Bambang.
Atas kondisi tersebut, menurut Bambang saat ini Pertamina bernegosiasi dengan Pemerintah, untuk mengambil keputusan menaikkan harga solar subsidi pada awal 2017.
"Ini satu Januari lumayan, crude sudah di atas US$ 50 per barel, ini PR. Kita lagi nego berani tidak Pemerintah naikin kalau tidak ya tahun baru. Awal tahun tabungan laba solar tidak bisa dilakukan nyeberang tahun ini, PR nih," tutur Bambang.