Liputan6.com, Jakarta - Pengacara Buni Yani, Aldwin Rahadian menganggap penetapan kliennya sebagai tersangka kasus dugaan pencemaran nama baik, penghasutan berbau suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya sudah menyalahi aturan. Penyebabnya, karena tidak dilakukan gelar perkara ketika menetapkam Buni Yani sebagai tersangka.
"Penetapan tersangka pemohon (praperadilan) menyalahi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia," kata Aldwin dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (13/12/2016).
Advertisement
Selain itu, Aldwin juga menganggap kesalahan prosedur adalah tidak adanya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), yang seharusnya dikirim oleh penyidik ke jaksa penuntut umum.
"Termohon belum mengirimkan SPDP kepada penuntut umum sehingga penetapan tersangka melanggar KUHAP. Dasar penangkapan juga tidak jelas, baik secara objektif maupun subjektif, karena dijelaskan pemanggilan paksa bisa dilakukan jika yang dipanggil dua kali mangkir. Tapi, klien kami selalu kooperatif memenuhi panggilan pemeriksaan penyidik," terang Aldwin.
Sebelumnya, Buni dijerat Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Teknologi dan Transaksi Elektronik tentang penyebaran informasi, yang ditujukan untuk menimbulkan kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA. Ancaman hukuman untuk Buni adalah kurungan maksimal enam tahun penjara dan denda hingga Rp 1 miliar.