Liputan6.com, Jakarta - Pengamat politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing menilai, tangisan Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok saat persidangan dugaan penistaan agama adalah ketulusan dari dalam hatinya. Saat sidang Selasa 13 Desember 2016, Ahok menangis ketika membacakan nota keberatan.
"Tetesan air mata saya pikir itu merupakan hal yang wajar yang dilakukan oleh siapa pun. Tidak ada manusia di muka bumi ini sehebat manapun dia, apakah jadi presiden, apakah jadi penguasa, raja, pengusaha, orang kaya, tidak ada manusia yang tidak pernah menangis. Jadi suatu memang kita melihat bahwa Ahok tetap manusia biasa. Ahok tetap manusia biasa," kata Emrus kepada Liputan6.com di Jakarta, Rabu (14/12/2016).
Advertisement
Emrus menjelaskan ada dua lambang komunikasi yang digunakan Ahok yaitu yang pertama komunikasi verbal ketika mantan Bupati Belitung Timur membacakan nota keberatannya. Lalu yang kedua adalah gerak tubuh dan tangisnya.
Dia menilai, tangisan Ahok itu adalah spontanitas, tidak direncanakan. Apalagi, selama ini melihat Ahok orang yang kuat namun ternyata seperti manusia biasa.
"Artinya apa, dia (Ahok) melihat betapa beban itu yang dituduhkan kepada Ahok itu terlalu berat bagi dia sehingga dia meneteskan airmata. Tetesan air mata sebagai lambang nonverbal, kalau kita kaitkan dengan lambang verbalnya yaitu kalimat yang diucapkan, itu sinkron. Artinya tidak ada disitu rekayasa, tidak ada disitu permainan sandiwara," sambung dia.
Jadi, lanjut Emrus, dari sudut komunikasi, ketika lambang verbal dan nonverbal itu selaras, maka dapat dikatakan orang yang bersangkutan tidak bermain sandiwara.
"Dan itu butuh spontanitas, meneteskan air mata, dan kita juga saya melihat kalau saya melihat dari media juga mengusap air matanya dari matanya, juga mengusap cairan dari hidungnya. Artinya apa? Bahwa itu memang artinya kalau airmata yang datang dari ketulusan karena betapa ketika dia menjelaskan betapa dia tidak mungkin, tidak niat menistakan itu karena ada memang ayah angkatnya, orangtua angkatnya, dan saudara angkatnya yang Muslim," papar dia.
Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menceritakan perasaannya saat mengikuti persidangan pertama kasus dugaan penistaan agama di Pengadilan Negeri Jakarta Utara Selasa, 13 Desember 2016. Ahok menangis saat menceritakan orangtua angkatnya dalam nota pembelaan.