Liputan6.com, New York - Harga minyak dunia merosot lebih dari tiga persen didorong dolar Amerika Serikat (AS) melonjak usai bank sentral AS atau the Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga. Pasokan meningkat terutama di AS juga menekan harga minyak dunia.
Pergerakan harga minyak dunia merosot usai bank sentral AS atau the Federal Reserve menaikkan suku bunga sekitar 25 basis poin. Selain itu beri sinyal kenaikan suku bunga lebih cepat. Sentimen itu mendorong dolar AS menguat sehingga harga minyak dunia makin mahal bagi negara gunakan mata uang lain.
Harga minyak Brent turun 3,27 persen atau US$ 1,82 menjadi US$ 53,90 per barel. Harga minyak Brent sempat sentuh level terendah di US$ 53,80. Ini juga diikuti harga minyak AS yang melemah 3,66 persen atau US$ 1,94 menjadi US$ 51,04 per barel usai sentuh level terendah US$ 50,92.
Selain itu, badan energi AS juga melaporkan kalau pasokan minyak di Cushing, Oklahoma meningkat keenam kalinya dalam tujuh minggu. Namun secara keseluruhan, pasokan minyak AS turun pada pekan lalu. Angka itu lebih besar dari perkiraan analis sebanyak 1,6 juta barel.
Baca Juga
Advertisement
"Pada pekan ini tidak kelihatan jelas jumlah pasokan dari PADD3 (Gulf Coast) dari yang diharapkan. Penurunan dari West Coast, sedangkan impor Gulf Coast sebenarnya naik dan stok turun 400 ribu barel," jelas Troy Vincent, Analis ClipperData seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis (15/12/2016).
Sentimen lainnya yang pengaruhi pasar yaitu the Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) memberi sinyal kenaikan persediaan minyak pada tahun depan. Kecuali anggota OPEC komitmen untuk menjalankan kesepakatan memangkas produksi.
Dalam laporan bulanan, OPEC menyatakan produksi minyak dapat mencapai 1,24 juta barel per hari tanpa pemangkasan pada 2017. Angka ini 300 ribu barel per hari lebih tinggi dari prediksi pasar. Menteri Energi Arab Saudi Khalid al-Falih perlu beberapa waktu agar pasar kembali pulih usai OPEC dan produsen minyak lainnya memangkas produksi.
OPEC dan 11 negara produsen minyak lainnya setuju pangkas produksi minyak sekitar 1,8 juta barel per hari untuk atasi harga minyak murah dan kebanjiran pasokan dalam dua tahun.
Menteri Energi Rusia Alexander Novak menuturkan, perusahaan minyak juga "sukarela" untuk memangkas produksi 300 ribu barel per hari.
"Sejarah menunjukkan Rusia punya jejak rekam kurang baik untuk memegang janjinya ketika memangkas produksi untuk kerja sama dengan OPEC. Rusia sebenarnya tidak memangkas produksinya pada masa lalu," ujar Michael Wittner, Kepala Riset Societe Generale.