Liputan6.com, Jakarta - Kenaikan suku bunga acuan The Fed sebesar 25 basis poin menyeret nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Dari data kurs tengah Bank Indonesia, kurs rupiah melorot ke level 13.367 per dolar AS pada perdagangan siang ini (15/12/2016) dari sebelumnya 13.285 per dolar AS.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS), Sasmito Hadi Wibowo menilai, pelemahan kurs mata uang Garuda ini hanya bersifat sementara sebagai antisipasi pelaku pasar menghadapi penyesuaian tingkat bunga Fed Fund Rate.
"Rupiah pasti agak melemah dulu terhadap dolar AS, tapi saya tidak akan terlalu dalam karena ini cuma antisipasi sementara saja," jelas dia di kantornya, Jakarta, Kamis siang.
Baca Juga
Advertisement
Hanya saja, Sasmito berpendapat, depresiasi rupiah dapat menguntungkan Indonesia. Momentum ini, sambungnya bisa digunakan untuk mendorong ekspor Indonesia lebih baik lagi ke negara lain.
"Pelemahan rupiah tidak selalu jelek lho, bisa membantu perdagangan internasional seperti ekspor. Jadi bagus lah kalau rupiah melemah bisa dorong ekspor, karena harga jual barang kita di luar negeri pasti lebih murah, sehingga volume ekspor bisa naik," jelasnya.
Dengan demikian, pelemahan kurs rupiah akan membantu ekspor Indonesia yang secara tahunan masih terkontraksi 5,63 persen senilai US$ 130,65 miliar di Januari-November 2016. Ekspor non migas kumulatif pun tercatat masih negatif 1,96 persen menjadi US$ 118,80 miliar.
"Jadi ekspor kita bisa membaik. The Fed memang bikin rupiah melemah tapi ekspor kita bisa makin kuat karena di November ini saja kenaikan kinerja ekspor Indonesia 21,34 persen atau spektakuler dibanding periode sama 2015," tutur Sasmito. (Fik/Gdn)