Liputan6.com, Jakarta PT Antam Tbk melalui Unit Bisnis Pertambangan Emas (UBPE) Pongkor melakukan penjualan perdana Green Fine Aggregat (GFA) yang merupakan limbah pengolahan emas.
Direktur Operasi PT Antam Agus Zamzam Jamaluddin mengatakan, GFA merupakan inovasi bidang pengelolaan lingkungan berupa pemanfaatan tailing pengolahan emas menjadi bahan baku material konstruksi.
“Pemanfaatan tailing menjadi produk yang bernilai tambah ini merupakan salah satu wujud pelaksanaan good mining practice di Antam," kata Agus, di Jakarta, Kamis (15/12/2016).
Menurut Agus, perseroan berupaya menekan serendah mungkin dampak lingkungan yang timbul dari aktivitas operasional penambangan. Pemanfaatan GFA merupakan yang pertama kalinya di Indonesia.
Baca Juga
Advertisement
GFA saat ini tidak hanya digunakan untuk keperluan internal namun dapat dimanfaatkan pula oleh masyarakat bahkan bernilai ekonomis dan mampu diserap oleh pasar karena ramah lingkungan.
GFA adalah material sisa proses pemisahan mineral emas dan perak dari bijih (ore) di tambang emas Pongkor. Di dunia pertambangan secara umum, pengelolaannya lebih banyak dilakukan dengan cara ditempatkan di tailing storage facility (TSF) yang merupakan metode serupa dengan landfill, demikian pula di tambang emas Pongkor.
GFA dimanfaatkan sebagai komponen penyusun beton menggunakan metode solidifikasi dan geopolimerisasi untuk komponen bahan bangunan diantaranya adalah batako, paving block, cone block, kanstein, bata ringan, bata press, panel/tiang beton, rigid pavement untuk jalan, u-ditch, v-ditch, ubin beton, genteng, serta ornamen beton dan median jalan.
Di sisi lain pemanfaatan GFA ini juga bermanfaat mengurangi beban lingkungan sekaligus menjaga keberlanjutan daerah operasional sejalan dengan rencana pascatambang Pongkor.
Pemanfaatan GFA telah mendapatkan ijin melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 07.86.10 Tahun 2014 Tentang Ijin Pemanfaatan Limbah B3 PT Antam Tbk, Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor di Nanggung, Bogor, Jawa Barat.
Kini GFA juga telah bersertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI). Pada penjualan perdana ini tercatat telah terjual 20.527 buah ubin, 16.422 genteng, 20.363 batako dan berbagai varian lainnya. (Pew/Nrm)