Liputan6.com, Jakarta - Empat orang dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan suap proyek pengadaan alat monitoring satelit di Badan Keamanan Laut (Bakamla) yang dibiayai APBN-P 2016.
Mereka adalah Deputi Informasi Hukum dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi, dua pegawai PT Melati Technofo Indonesia (MTI) Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus, serta Direktur PT MTI Fahmi Darmawansyah.
Advertisement
Eko yang juga Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Utama Bakamla dalam proyek ini menjadi Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). KPK tak berhenti pada penetapan empat tersangka ini. Sebab, diduga ada anggota militer berpangkat bintang satu dari matra laut yang menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Wakil Ketua KPK Laode M Syarief mengatakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI. Sebab, sampai kini KPK masih menangani para tersangka dari unsur nonmiliter, sebagaimana kewenangan KPK dalam penindakan korupsi. TNI pun merespons positif koordinasi ini.
"Yang berhubungan dengan militer, KPK tidak punya kewenangan. Karena itu, sejak sekarang KPK berkoordinasi dengan POM TNI, untuk mengkoordinasikan itu, dan TNI sangat dukung upaya-upaya proses ini," ujar Laode di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (15/12/2016).
Sementara, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, jika memang ada pihak lain terlibat yang diduga dari unsur militer, maka ada dua pilihan dalam penanganannya. Pertama, koneksitas--penanganan proses hukum pidana dengan kerja sama antara peradilan umum dan peradilan militer--atau diserahkan penyidikannya ke Puspom TNI lewat peradilan militer.
"Yang kedua itu. Tapi saat ini KPK fokus pada pelaku-pelaku dari sipil. Jika ada dari TNI akan dilakukan komunikasi dengan POM TNI, karena ia lebih jauh tunduk pada peradilan militer," ujar dia.
Sebagai penerima suap, Eko diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Sementara Adami, Hardy, dan Fahmi dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor.
Adapun, penetapan tersangka ini merupakan hasil OTT yang dilakukan Tim Satgas KPK di dua lokasi berbeda di Jakarta. Dalam OTT itu diamankan empat orang, yakni Eko, Adami, Hardy, dan Danang Sri Raditiyo.