Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Direktur Utama PT Melati Technofo Indonesia (MTI) Fahmi Darmawansyah menyerahkan diri setelah menetapkannya sebagai tersangka. Fahmi menjadi tersangka terkait kasus dugaan suap proyek pengadaan monitoring satelit di Badan Keamanan Laut (Bakamla) yang dibiayai APBN-P 2016.
"FD salah satu dari pemberi (suap). Kita akan lakukan proses-proses sebelumnya, apakah dengan dilakukan pemanggilan atau meminta FD menyerahkan diri yang bila datang akan lebih baik lagi," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Kamis 15 Desember 2016.
Baca Juga
Advertisement
Sebelumnya, Fahmi ditetapkan tersangka bersama tiga orang lainnya. Fahmi diduga sebagai penyuap dalam kasus ini. Namun, dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Satgas KPK, Fahmi tidak diketahui keberadaannya.
"Yang pasti dari OTT kemarin kita belum dapatkan FD. Tapi saat ini penyidik sudah cukup yakin bahwa FD juga statusnya ditingkatkan ke penyidikan, menjadi tersangka. Jadi penyidik masih mencari yang bersangkutan," ujar Febri.
Sebelumnya, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek pengadaan monitoring satelit di Bakamla yang dibiayai APBN-P 2016.
Keempatnya, yakni Deputi Informasi Hukum dan Kerja Sama sekaligus Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Utama Badan Keamanan Laut (Bakamla) Eko Susilo Hadi, dua pegawai PT Melati Technofo Indonesia (MTI) Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus, serta Direktur Utama PT MTI Fahmi Darmawansyah.
Sebagai penerima suap, Edi diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Sementara, Adami, Hardy, dan Fahmi dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor.
Lalu, akankah Fahmi Darmawansyah menyerahkan diri ke KPK seperti Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL) Ariesman Widjaja yang terjerat kasus suap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Wilayah Zonasi Pesisir Pulau-Pulau Kecil (RWZP3K) dan Raperda Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta terkait reklamasi Jakarta.