Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan banding terhadap vonis mantan panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution.
"Terhadap vonis Edy Nasution, KPK mengajukan banding karena ada bagian dari dakwaan dinyatakan tidak terbukti," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Jumat (16/12/2016).
Advertisement
Pada 8 Desember 2016, majelis hakim menjatuhkan vonis 5,5 tahun penjara ditambah denda Rp 150 juta subsider dua bulan kurungan kepada Edy Nasution karena menerima suap Rp 150 juta dan US$ 50.000 untuk mengurus tiga perkara di PN Jakpus dan mendapat gratifikasi.
Seusai vonis, jaksa penuntut umum KPK Dzakiyul Fikri mengatakan menggunakan waktu pikir-pikir selama tujuh hari.
Vonis itu lebih rendah dibanding dari tuntutan jaksa penuntut KPK yang meminta agar Edy divonis delapan tahun penjara ditambah denda Rp 300 juta subsider lima bulan kurungan.
Apalagi jaksa KPK mendakwa Edy melakukan empat perbuatan pidana yaitu menerima uang Rp 100 juta, US$ 50 ribu, uang Rp 50 juta, dan Rp 1,5 miliar untuk merevisi penolakan permohonan eksekusi tanah PT Jakarta Baru Cosmopolitan (JBC)
Pemberian uang itu dimaksudkan agar Edy mengurus perubahan redaksional (revisi) surat jawaban dari PN Jakarta Pusat untuk menolak permohonan eksekusi lanjutan dari ahli waris. Tapi penerimaan Rp 1,5 miliar itu dinyatakan tidak terbukti.
Uang Terdakwa Dikembalikan
Majelis hakim yang terdiri atas Sumpeno, Yohanes Priyana, Sinung Hermawan, Sigit dan Tuti bahkan memerintahkan pengembalian harta Edy Nasution yaitu uang 3.000 dolar AS, uang 1.800 dolar Singapura dan Rp 2,3 juta, 1 unit mobil CRV B 1077 TLB atas nama Ikra Pratiwi, dua paspor atas nama Edy Nasution, satu handphone iPhone Gold dan Nokia E90.
"Kami keberatan terkait dengan putusan barang bukti 3.000 dolar AS dan 1.800 dolar Singapura dan Rp 2,3 juta dikembalikan kepada terdakwa. Termasuk Rp 1,5 miliar tersebut akan jadi materi banding KPK," tambah Febri seperti dikutip Antara.
Dalam amar putusan, hakim menilai Edy terbukti menerima Rp 100 juta untuk penundaan teguran (aanmaning) perkara niaga PT MTP melawan Kymco sesuai putusan Singapura International Arbitration Centre (SIAC) yang diharuskan membayar ganti rugi sebesar 11.100 dolar AS.
Penerimaan kedua adalah uang 50 ribu dolar AS untuk pengurusan peninjauan kembali (PK) PT Across Asia Limited (AAL) yang diputus pailit oleh Mahkamah Agung melawan PT First Media. Edy pun menerima uang dari salah satu kuasa hukum yang baru dari Law Firm Cakra & Co yaitu Austriadhy US$ 50 ribu yang terbungkus dalam amplop warna cokelat.
Penerimaan ketiga adalah penerimaan Rp 50 juta untuk pengurusan perkara Lippo Grup lain yang ada di PN Jakpus. Edy juga terbukti menerima gratifikasi senilai Rp 10,35 juta, US$ 70 ribu dan 9.852 dolar Singapura dan tidak dilaporkan ke KPK.
Atas pengajuan banding KPK itu, Edy Nasution akan menyiapkan kontra memori banding.
"Sewaktu pembacaan putusan kita sudah menerima putusan, tapi KPK banding jadi nanti kami menyampaikan kontra memori banding," kata pengacara Edy, Waldus Situmorang.