Liputan6.com, Jakarta Namanya Kikik, karena sudah berkepala lima ia sering dipanggil Pak Kikik. Ia adalah seorang nelayan yang suka berjudi di Desa Saba, Balahbatuh, Gianyar, Bali. Tapi itu dulu, sebelum ia disadarkan oleh penyu.
Pada suatu hari di tepi pantai yang sunyi, Pak Kikik melihat kawanan biawak yang sedang menggali pasir. Mereka memakan satu persatu anak penyu yang selanjutnya disebut tukik. Kawanan biawak itu juga memakan telur-telur penyu.
Pemandangan itu membuat Pak Kikik terenyuh. Sebagai orang asli Gianyar, ia mengerti penuh bahwa penyu yang menjadi spesies endemik Bali sedang menghadapi kepunahan. Ia kemudian bertekad menyelamatkan generasi penyu dengan membantu proses penetasan hingga pelepasan ke alam liar.
Sehingga pada tahun 2010, Pak Kikik sudah lupa dengan kebiasaan berjudinya. Sekarang, hari-harinya dihabiskan dengan merawt penyu, dibantu oleh kelompok konservasi penyu yang didukung Kelian Desa dan Pemda Gianyar.
Advertisement
"Dulu istri saya marah, bukannya cari ikan, malah bawa telur penyu. Biaya kasih makannya pakai uang sendiri. Tapi penyu ini sangat berjasa bagi saya. Berkat penyu ini, kebiasaan saya judi dan mabuk perlahan hilang, sehari tidak melihat mereka seperti ada sesuatu yang hilang," Pak Kikik mengisahkan.
Dalam setahun ini Bali Zoo mencatat, kelompok konservasi penyu di bawah komando Pak Kikik telah berhasil menyelamatkan sebanyak 8.160 butir telur penyu dengan tingkat penetasan sebesar 80%. Meskipun demikian, Pak Kikik dan kelompok konservasinya terganjal oleh pembiayaan yang cukup mahal.
Pak Kikik mengaku, dana perawatan selama ini hanya diperoleh dari tarif yang dipungut dari orang-orang yang hendak melepasliarkan tukik ke laut. Orang-orang bersedia membayar Rp 50 ribu per tukik. Artinya, jika tak ada yang melepasliarkan, maka Pak Kikik harus merogoh kantong pribadi untuk menyuplai makanan-makanan tukik.
"Sampai sekarang, kami masih punya hutang untuk pakan tukik. Tapi tidak apa-apa, daripada hutang karena judi dan mabuk," ujarnya diseleingi tawa.
Ia menjelaskan, untuk 50 tukik berusia 1 bulan, membutuhkan setidaknya 1 Kg udang untuk pakan. Padahal dalam sehari, tukik-tukik harus diberi makan minimal 2 kali, pagi dan sore.
Sejumlah masalah lain yang dihadapi Pak Kikik dan timnya yakni mengenai infrastruktur. Seperti misalnya pompa air bersih dan pagar yang baru ala kadarnya. "Sehingga kadang anjing berhasil masuk dan mengacak-acak isi kandang konservasi," Pak Kikik menuturkan.
Tergerak dengan kisah Pak Kikik, Bali Zoo membuat program #BaliZooTurtleConservtion untuk membantu Pak Kikik dalam usaha menyelamatkan generasi penyu-penyu lucu yang nyaris punah. Bali Zoo juga melakukan penggalangan dana secara online, di situs Kitabisa.com.
Head of Public Relations Bali Zoo, Emma Chandra mengatakan, pihaknya menyisihkan seribu rupiah untuk setiap tiket masuk ke Bali Zoo. Untuk kemudian disumbangkan kepada Pak Kikik dan konservasinya.
"Bali Zoo tengah mengadakan kampanye selama satu tahun. Targetnya mengumpulkan dana sebesar Rp 1 milyar yang nantinya akan diberikan kepada Saba Asri Conservation," ujarnya.
Hingga berita ini diunggah, tercatat sudah ada 69 orang yang berdonasi untuk Saba Asri Conservation yang dikelola Pak Kikik. Dari target Rp 50 juta kini telah terkumpul Rp 8,2 juta. Anda ingin berdonasi, silakan klik di sini.
**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini.
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6