Eko Patrio Tersandung Pengalihan Isu Teroris

Eko Patrio mendatangi Bareskrim Polri untuk mengklarifikasi pernyataannya soal penangkapan teroris Bekasi sebagai pengalihan isu.

oleh Hanz Jimenez SalimTaufiqurrohman diperbarui 17 Des 2016, 00:03 WIB
Anggota DPR Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio setibanya di Bareskrim Polri Gedung KKP, Jakarta, Jumat (16/12). Eko akan dimintai keterangan terkait pernyataannya soal penangkapan teroris di Bekasi adalah pengalihan isu. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi X DPR RI yang juga Ketua DPW Partai Amanat Nasional (PAN) DKI Jakarta, Eko Hendro Purnomo atau Eko Patrio, tersandung masalah. Pernyataannya di sejumlah media online yang menyebut penangkapan terduga teroris di Bekasi adalah pengalihan isu kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, berbuntut panjang.

Wakil Ketua Tim Pemenangan Agus-Sylviana itu harus berurusan dengan Bareskrim Polri. Eko dipanggil untuk menjelaskan pernyataannya tersebut. Surat panggilan Eko disampaikan polisi 14 Desember lalu. 

"Kita layangkan klarifikasi dari ucapan yang disampaikan," ujar Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Agus Andrianto, Kamis 15 Desember 2016.

Agus menyatakan, Eko Patrio tidak dipanggil sebagai saksi atas laporan dugaan tindak pidana Kejahatan terhadap Penguasa Umum dan atau UU ITE. Menurut dia, Eko Patrio hanya diundang untuk memberikan klarifikasi tentang pernyataannya.

"Saya klarifikasi ya, ini kan undangan klarifikasi. Bukan undangan pemeriksaan," kata Agus.

Dia menambahkan, sampai saat ini laporan tersebut masih dalam tahap penyelidikan. Oleh karenanya, ia mengundang Eko untuk mengklarifikasi kebenaran pernyataannya tersebut.

Agus menambahkan, undangan klarifikasi tidak perlu menunggu persetujuan dari Presiden. Dia beralasan, Eko hanya diundang untuk mengklarifikasi atas laporan dugaan tindak pidana Kejahatan terhadap Penguasa Umum dan atau UU ITE.

"Kalau sudah masuk penyidikan baru minta persetujuan bapak Presiden. Kalau hanya klarifikasi kan belum," ujar Agus.

Dia mengatakan, karena hanya klarifikasi, keterangan Eko tidak dimasukan penyidik di Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

"Enggak, namanya juga klarifikasi, interview kan biasa saja. Ngobrol kan bisa, menyerahkan klarifikasi kan bisa," kata Agus di Bareskrim Polri, gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Gambir, Jakarta Pusat, Jumat 16 Desember 2016.

Menurut Agus, di dalam ruang penyelidikan, Eko hanya diminta mengklarifikasi pernyataannya yang dimuat dalam sebuah berita di media online.

"Tadi itu interview. Tidak mesti harus dituangkan dalam berita acara," ucap Agus.

 


Datangi Bareskrim

Komedian yang kini menjadi anggota DPR, Eko Patrio (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Anggota DPR Eko Hendro Purnomo atau Eko Patrio memenuhi undangan Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri.

Eko tiba di Bareskrim Polri Gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Gambir, Jakarta Pusat, sekitar pukul 13.46 WIB. Ia datang dengan menumpang mobil Cadillac Escalade putih berpelat nomor B 2 RYN.

"Nanti dulu ya, habis selesai dulu," ucap Eko yang mengenakan batik bercorak biru, Jumat 16 Desember 2016.

Usai klarifikasi, Eko Patrio kemudian membeberkan kronologi kejadian. "Kondisinya saya enggak tahu, tiba-tiba malam hari ada berita online yang membuat (berita tersebut)," kata Eko.

Dia mengaku berita yang beredar bukan hanya merugikan dirinya sendiri, tetapi juga berbagai pihak. "Akhirnya yang dirugikan bukan saya, tapi juga kepolisian dan teman-teman lain tersakiti. Ini bagian fitnah dan zalim," ucap Eko Patrio.

Akibat perilaku yang dianggap fitnah itu, Eko Patrio merasa perlu melakukan pelaporan pada pihak berwajib.

"Kami datang ke mari untuk membuat laporan. Nantinya ditelusuri mana yang mengarang bebas. Dan saya yakin polisi akan menangani dengan baik," Eko Patrio menambahkan.

Pengacara Eko Hendro Purnomo atau Eko Patrio, Firman Nurwahyu, menegaskan, kliennya tidak pernah diwawancarai oleh media mana pun perihal penangkapan terduga teroris di Bekasi.

Menurut Firman, ada tujuh media online yang memuat pernyataan kliennya yang menyebut penangkapan teroris di Bekasi merupakan pengalihan isu.

"Jadi, klien kami Pak Eko Hendro Purnomo tidak pernah diwawancarai oleh tujuh media online tersebut," kata Firman di Bareskrim Polri, Gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Gambir, Jakarta Pusat, Jumat 16 Desember 2016.

Firman menilai tujuh media online yang memuat pernyataan kliennya merupakan tindakan yang mengada-ada. "Kedatangan kami di sini dalam rangka berkoordinasi dan bersilaturahim dengan para jajaran dan pimpinan di Mabes Polri, Bareskrim," ucap Firman.

Oleh karena itu, Firman meminta kepada tujuh media online yang memuat pernyataan kliennya itu untuk mengklarifikasi kebenaran berita tersebut. Ia menegaskan, kliennya tidak pernah diwawancara oleh wartawan dari tujuh media yang dimaksud.

"Kami berikan jangka waktu 1x24 jam kepada tujuh media online tersebut untuk klarifikasi sehubungan dengan pernyataan klien kami bahwa klien kami tidak pernah diwawancara secara langsung atau secara khusus, baik itu melalui telepon maupun wawancara tatap muka. Jadi tidak pernah ada topik sebagaimana yang ada di media online tersebut," kata Firman.


Reaksi Kapolri

Anggota DPR RI Fraksi PAN, Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio saat meninggalkan Bareskrim Polri Gedung KKP, Jakarta, Jumat (16/12). Eko dimintai keterangan terkait pernyataannya di media online tentang pengungkapan teroris. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Kapolri Jenderal Tito Karnavian menegaskan, pihaknya tidak main-main dengan pernyataan yang dilontarkan Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio soal penangkapan teroris di Bekasi merupakan pengalihan isu kasus Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

"Sementara kita undang. Kita lihat, punya data tidak? Enggak main-main kita. Kalau tidak punya data, pertanggungjawabkan. Bisa dipidana, bisa juga minta maaf ke publik. Tapi saya dengar yang bersangkutan tidak mengatakan," kata Tito di Mabes Polri, Jumat 16 Desember 2016.

Menurut Tito, seorang pejabat publik seharusnya tidak asal mudah melontarkan pernyataan. "Apalagi seorang anggota DPR, pejabat. Anda mengatakan pengalihan isu. Ada datanya enggak?" ujar Tito, Jakarta, Jumat 16 Desember 2016.

Tito mengatakan, ada mekanismenya bila ada ketidaksesuaian yang dilakukan Polri dalam upaya pemberantasan terorisme.

"Kalau ada laporkan. Jangan takut. Bila perlu kami dipanggil Komisi III, kita jelaskan. Jadi jangan lemparkan kepada media begitu saja," Tito menegaskan.

Tito tegas membantah ada rekayasa pengalihan isu di balik upaya pemberantasan terorisme. Bahkan, dia rela mundur dari jabatannya sebagai Kapolri bila terbukti ada rekayasa dalam kasus tersebut.

"Kalau ada data, pelaku mengatakan ada rekayasa, fine, internal kita bila perlu saya pecat. Saya pun akan mengundurkan diri bila saya terlibat merekayasa," kata Tito.

Tito menambahkan, dirinya sudah terlibat dalam pengungkapan kasus terorisme sejak 1998. Dia tegas membantah Densus 88 merekayasa kasus yang diungkap.

"Rekan-rekan yang ada di Densus ini bukan sutradara. Kami tidak pernah belajar jadi sutradara. Para tersangka yang ditangkap ini juga bukan aktor, bukan aktris yang pandai memainkan drama," tegas Tito.

Sistem hukum di Indonesia, kata Tito, sangat terbuka. Publik bisa menyaksikan langsung melalui mekanisme penegakan hukum dari mulai penyelidikan, penyidikan, penuntutan, sampai dengan vonis persidangan.

"Jadi sutradara Hollywood seperti apa pun yang jago, tidak akan mampu dia merekayasa kasus seperti ini. Karena mereka bukan aktor, ngapain juga dia pasang badan seolah-olah mau ngebom," kata Tito.


PAN Protes

Anggota DPR RI Fraksi PAN, Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio saat keluar dari Bareskrim Polri Gedung KKP, Jakarta, Jumat (16/12). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) di DPR Yandri Susanto, memprotes kepolisian yang memanggil anggota DPR Eko Patrio terkait pernyataannya kepada media.

"Hari ini ada teman kita yang dipanggil oleh kepolisian karena komentarnya di media. Walau pun komentar itu belum tentu benar, bisa jadi media yang salah. Tapi pihak kepolisian memanggil untuk diperiksa," kata Yandri saat rapat paripurna di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis 15 Desember 2016.‎

Yandri mengeluhkan tindakan polisi yang mudah memanggil anggota DPR. Padahal, menurut dia, untuk memanggil wakil rakyat, Polri harus mendapatkan izin.

"Sementara kan anggota maupun pimpinan DPR baru bisa dipanggil atas izin Presiden, kecuali masalah terorisme dan korupsi," ujar dia.

Untuk itu, ia meminta agar polisi tidak terlalu reaktif lantaran hanya masalah pernyataan Eko Patrio di media. Yandri juga meminta pimpinan DPR untuk menyoroti permasalahan tersebut.‎"

Karena nanti akan dijadikan kebiasaan. Kalau ada komentar miring yang berseberangan, lalu berurusan dengan pihak berwajib. Ini imbauan kami ke pihak kepolisian," pinta Yandri.

Sekretaris Jenderal PAN, Eddy Soeparno, mengaku prihatin atas pemanggilan Wakil Ketua Tim Pemenangan Agus-Sylviana itu.

"Kita prihatin atas pemanggilan ini dan berharap proses pemeriksaan di Bareskrim akan transparan. Saudara Eko Hendro Purnomo selaku tokoh masyarakat dan tokoh politik adalah salah seorang kader terbaik PAN yang taat hukum," ucap Eddy kepada Liputan6.com, Jumat 16 Desember 2016.

Dia pun meminta agar kepolisian lebih cermat dalam kasus Eko Patrio ini. Bareskrim, ujar dia, harus memahami aturan yang berlaku.

"Harus ada proses dan prosedur yang dijalankan. Jika pemanggilan Bareskrim ini sesuai dengan aturan pemanggilan dan pemeriksaan anggota legislatif, kami yakin saudara Eko tidak sekadar kooperatif, tapi juga proaktif menundaklanjuti pemanggilan penegak hukum," ujar Eddy.

Tidak Berlebihan

Sementara Komisioner Komisi Kepolisian Nasional Inspektur Jenderal Purn Bekto Suprapto menilai keputusan Polri memanggil anggota DPR Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio tidak berlebihan.

Menurut dia, pemanggilan Eko Patrio justru memberikan kesempatan pada anggota DPR itu untuk menjelaskan perkataannya.

"Saya berpendapat tindakan polisi tidak berlebihan, tetapi justru menghormati Pak Eko Patrio sebagai anggota DPR untuk menjelaskan pernyataannya," ujar Bekto ketika dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Jumat 16 Desember 2016.

Bekto mengatakan, polisi hanya mengundang Eko Patrio untuk menjelaskan maksud pernyataannya tersebut.

"Pak Eko Patrio diundang dan bukan dipanggil dalam rangka sistem peradilan pidana. Artinya Pak Eko Patrio bisa datang memenuhi undangan atau tidak datang, tidak ada kewajiban hukum untuk datang memenuhi undangan tersebut," ujar Bekto.

Apalagi, ujar Bekto, masyarakat juga menunggu penjelasan dari Eko Patrio soal pernyataannya yang menuding penangkapan teroris di Bekasi adalah pengalihan isu terhadap kasus Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

"Masyarakat menunggu pernyataan Pak Eko Patrio benar dan ada buktinya. Dipersilakan Pak Eko Patrio menyampaikan kebenaran pernyataannya kepada Polri dan atau kepada masyarakat," ucap Bekto.

Bekto juga mengingatkan kepada masyarakat, meski saat ini sudah ada kebebasan pendapat, namun harus bertanggung jawab.

"Tentu tidak baik kalau pendapatnya hanya untuk menyesatkan pengetahuan masyarakat," ujar Bekto.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya