Panggil Eko Patrio, Syafii DPR Sebut Polisi Tak Profesional

Syafii menegaskan pemanggilan terhadap Eko Patrio tersebut bertentangan dengan Konstitusi

oleh Taufiqurrohman diperbarui 17 Des 2016, 06:54 WIB
Anggota DPR RI Fraksi PAN, Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio saat keluar dari Bareskrim Polri Gedung KKP, Jakarta, Jumat (16/12). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi III DPR menyesalkan langkah Polri yang memanggil anggota DPR Fraksi PAN Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio untuk dimintai klarifikasinya atas ucapannya yang menyebut penangkapan teroris Bekasi sebagai pengalihan isu kasus dugaan penistaan agama Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

Anggota Komisi III DPR M Syafii mengatakan, pemanggilan tersebut merupakan sikap tak profesional kepolisian. Sebab, kata dia, ketentuan Pasal 224 ayat (5) UU MD3 dan Putusan MK No 76/PUU-XII/2014 menegaskan bahwa pemanggilan dan permintaan keterangan terhadap Anggota DPR harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden.

"Pemanggilan terhadap anggota DPR bisa tak atas izin Presiden asalkan dalam kasus korupsi, narkoba dan terorisme," kata Syafii di Gedung DPR Jakarta, Senayan, Jakarta, Jumat 16 Desember 2016.

Politikus Partai Gerindra ini menambahkan, Komisi III DPR juga menyayangkan pernyataan Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang menyebut Eko Patrio dapat dipidana.

Padahal, kata dia, hal ini bertentangan dengan Pasal 224 UU MD3 yang mengatur bahwa anggota DPR tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan atau pun pendapat yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas DPR atau kata lainnya hak imunitas.

"Kapolri perlu baca UU, Kapolri selalu membuat tindakan dan pernyataan yang terburu-buru. Oleh sebab itu, pernyataan Kapolri arogan dan tidak pofesional terhadap pemanggilan Eko Patrio," ucap Syafii.

Maka dari itu, Syafii menegaskan pemanggilan terhadap Eko Patrio tersebut bertentangan dengan Konstitusi dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya