Liputan6.com, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyatakan putusan Mahkamah Agung (MA) terkait pencabutan Peta Jalan (roadmap) Hasil Industri Tembakau Tahun 2015-2016 tidak akan berpengaruh pada pembahasan Rancangan Undang-Undang Pertembakauan (RUU Pertembakauan).
Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun menepis tuduhan kelompok anti tembakau yang menilai DPR mengabaikan putusan MA terkait uji materi Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 63 Tahun 2015 terkait roadmap tersebut.
“Kemenangan sejumlah LSM anti tembakau atas gugatan tersebut tidak akan mempengaruhi pembahasan RUU ini. Pasalnya, proses pembuatan undang-undang di DPR tidak berkaitan dengan putusan tersebut," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (17/12/2016).
Misbakhun menyatakan, rapat paripurna DPR pada pekan ini telah menyepakati RUU Pertembakauan sebagai insiatif DPR. RUU ini dianggap perlu untuk mengatur pengelolaan tembakau secara terpadu dari hulu hingga hilir.
Di dalam pengelolaannya, lanjut dia, perlu juga diatur berbagai aspek yang mencakup budidaya, produksi, industri hasil tembakau, distribusi dan tata niaga yang sehat, serta pengendalian terhadap dampak konsumsi tembakau bagi kesehatan.
"Kami menilai RUU Pertembakauan ini akan menjadi angin segar bagi para pelaku industri tembakau di Tanah Air, terutama para petani yang selama ini menjadi kelompok penerima nilai terendah dalam sistem tata niaga tembakau yang ada saat ini," kata dia.
Baca Juga
Advertisement
Misbakhun berharap adanya RUU Pertembakauan ini wujud negara hadir untuk menyelamatkan industri tembakau nasional, melalui kebijakan yang berpihak kepada para petani dan pelaku industri tembakau di Tanah Air.
Sebelumnya pada Juli 2016, Komnas Pengendalian Tembakau dan Yayasan Jantung Indonesia yang dipimpin oleh Dewan Penasihat Emil Salim menemui Ketua DPR Ade Komarudin. Kedatangan mereka, meminta RUU Pertembakauan yang tengah dibahas di DPR dihentikan.
Alasannya, Emil mengatakan, dalam poin RUU tersebut dikatakan tembakau merupakan warisan budaya Indonesia. Ia mengaku tidak sepakat, karena budaya tidak merusak sedangkan tembakau menurutnya merusak kesehatan.
"Ya menjadi kecanduan. Jadi RUU Pertembakauan menggabungkan tembakau sebagai budaya dengan sifat nikotin, yang bersifat kecanduan adiktif, ini membahayakan dan mendorong kecanduan dari masyarakat kita. Yang bisa merusak kesehatan," kata Emil.
Dengan alasan tersebut, menurut Emil tidak ada untungnya tembakau bagi manusia terlebih dimasukkan dalam warisan budaya Indonesia. "Sehingga karakter ciri dari RUU Pertembakauan menurut hemat kami tidaklah menguntungkan pembangunan jiwa bangsa kita," ujar dia.
Untuk diketahui, MA melalui Putusan Nomor 16P/HUM/2016 mengabulkan seluruh permohonan uji materi terhadap Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 63/M-IND/PER/8/2015 tentang Peta Jalan Industri Hasil Tembakau Tahun 2015-2020.
MA menyatakan Permenperin tersebut bertentangan dengan lima peraturan perundangan yang lebih tinggi, yaitu Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Kemudian, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya; Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai. (Dny/Gdn)