Liputan6.com, Makassar - Tak hanya fokus menambah tersangka baru, penyidik Reskrim Polrestabes Makassar, Sulawesi Selatan, juga mulai menelusuri jumlah mahasiswa baru Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar yang diduga diloloskan sebelumnya oleh jaringan Rahmatia cs.
"Kemungkinan sangat besar sudah banyak mahasiswa yang diluluskan oleh jaringan Rahmatia cs, betul itu sedang ditelusuri juga," ucap Kepala Bidang Humas Polda Sulsel Kombes Pol Dicky Sondani saat ditemui di Mapolrestabes Makassar, Senin, 19 Desember 2016.
Dalam waktu dekat, ia mengatakan, selain mengorek keterangan beberapa saksi-saksi, penyidik juga kembali akan mendalami keterangan tersangka Rahmatia. Terutama untuk mengungkap keberadaan mahasiswa baru yang telah lolos melalui jalur percaloan yang diduga dilakoni Rahmatia.
Baca Juga
Advertisement
"Sebelumnya ada tiga korban yang ditipu. Dan setelah didalami, ternyata dari tangan tersangka Rahmatia ditemukan kembali lebih dari tiga buah dokumen calon mahasiswa dengan nama-nama yang berbeda. Sehingga dapat dicurigai kemungkinan sudah banyak mahasiswa yang diluluskan oleh jaringan Rahmatia itu," Dicky menjelaskan.
Meski demikian, Dicky mengatakan, penyidik saat ini masih terus mengumpulkan alat bukti yang cukup guna mengungkapkan "gurita" percaloan yang selama ini dilakoni oleh Rahmatia, staf rektorat Unhas Makassar tersebut.
"Salah satunya penyidik juga akan menyita CCTV kampus untuk mengetahui di mana lokasi yang pernah dijadikan sebagai tempat pertemuan Rahmatia dengan para calon maba (mahasiswa baru) kedokteran yang dimaksud," ujar dia.
5 Saksi Kunci Belum Diperiksa
Adapun hingga pekan ini, rencana pemeriksaan terhadap lima orang yang disinyalir kuat sebagai saksi kunci mengungkap keterlibatan pihak dalam Unhas Makassar belum juga terlaksana.
Penyidik yang sebelumnya mengaku telah melayangkan surat pemanggilan terhadap kelimanya pada Senin pekan lalu dan rencananya diperiksa pada Senin, 19 Desember 2016, kembali berdalih surat pemanggilan baru hendak dilayangkan.
"Dari hasil konfirmasi dengan Kasat Reskrim (Polresta Makassar) katanya baru mau dipanggil, pekan ini," kata Kombes Pol Dicky Sondani.
Daud yang merupakan pegawai negeri sipil atau PNS yang bertugas di bagian workshop Unhas Makassar, sebelumnya akan diperiksa pada Rabu, 14 Desember 2016. "Demikian juga pemeriksaan terhadap Dr Rahman pekan ini," kata Dicky kepada Liputan6.com via pesan singkat, Senin, 12 Desember 2016.
Menurut Dicky, pemeriksaan terhadap Daud maupun Dr Rahman dilakukan sebagai upaya tindak lanjut pendalaman keterangan tersangka Rahmatia. Di mana dalam pemeriksaannya, Rahmatia menyebut beberapa nama, dua di antaranya Daud dan Dr Rahman tersebut.
"Nanti dari keterangan keduanya diharapkan ditemukan lagi petunjuk baru. Salah satunya yang dimaksud, yakni adanya keterlibatan pejabat teras kampus tersebut. Intinya sekecil apa pun keterangan nantinya didapatkan penyidik akan kembangkan untuk mengungkap kasus ini dengan utuh," tutur Dicky.
Dari penelusuran Liputan6.com di lokasi, kedua terduga saksi kunci dalam kasus ini baik Daud maupun Dr Rahman sulit selagi ditemukan keberadaannya. Terutama, sejak keterlibatannya disebut-sebut oleh tersangka Rahmatia.
Dalam kasus ini, tersangka Rahmatia membeberkan sejumlah nama yang terlibat dalam jaringannya di hadapan penyidik Reskrim Bagian Tipikor Polrestabes Makassar. Ia mengaku menjadi korban persekongkolan jaringan percaloan di Kampus Unhas Makassar yang diduga dilakoni tiga staf rektorat, yakni Sulis alias SS, Daud atau DA, dan Awal atau AL.
Advertisement
Penuturan Tersangka Percaloan Mahasiswa
Awalnya, Rahmatia mengakui dirinya dihubungi oleh pegawai di bagian workshop berinisial AL. AL inilah, kata Rahmatia, yang menyuruh mencari calon mahasiswa baru yang ingin masuk Fakultas Kedokteran Unhas Makassar.
"Dia (AL) menanyakan apakah ada anggota yang mau masuk Fakultas Kedokteran, namun saat itu saya bilang tidak ada," kata Rahmatia.
Tak berselang lama, Rahmatia bertemu dengan LK yang merupakan alumnus Unhas Makassar. Ia diduga menetap di rumah sakit yang dikelola Dr Rahman bernama RS Inau, Makassar.
Dalam pertemuan itu, kata Rahmatia, LK lalu bercerita jika ada anggotanya yang ingin masuk ke Fakultas Kedokteran Unhas. Rahmatia pun teringat sebelumnya bahwa Al pernah mencari calon mahasiswa baru yang dimaksud.
"Saya lalu menghubungi AL, namun yang bersangkutan mengarahkan saya menemui Raba alias RB staf rektorat yang katanya bisa mengurus hal tersebut," ujar Rahmatia.
Rahmatia pun mencoba menghubungi RB lewat telepon. Komunikasi akhirnya terjalin, RB kemudian meminta uang sebesar Rp 5 juta untuk membantu mengurus. "Tapi saya tak transferkan uang yang diminta RB tersebut karena ia menolak bertemu secara langsung dengan saya," kata Rahmatia.
Alasan RB tak mau bertemu saat itu, menurut Rahmatia, karena RB berada di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin. Ia hendak ke Jakarta bersama rektor untuk mengurus nomor stambuk mahasiswa yang lulus.
Selanjutnya, RB meminta agar uang tersebut diserahkan ke AL saja. Rahmatia pun menyerahkannya dengan bukti kuitansi. Sore harinya, RB kembali meminta untuk ditransferkan uang sebesar Rp 20 juta.
Namun, Rahmatia menolak melakukan transfer uang. Sebab, nomor rekening yang dikirim RB tidak sesuai dengan namanya, tapi atas nama SS.
Meski demikian, RB kembali meminta agar Rahmatia mencari calon mahasiswa baru lainnnya. Ia pun meneruskan pesan milik RB itu kepada Nurjanna. Nurjanna pun kemudian merekrut Aqillah sebagai calon mahasiswa baru.
"Setelah itu, saya dan Nurjanna lalu bertemu dengan pria berinisial DD (orang suruhan RB) di PCC Makassar. Di situlah Nurjanna dan DD bercerita, namun saya tak tahu apa isi pembicaraannya tersebut," kata Rahmatia.
Setelah pertemuan itu. Rahmatia dan Nurjannah kembali menemui pria berinisial DD di sebuah kafe di bilangan Jalan Perintis Kemerdekaan, Makassar. Namun kali ini, Nurjannah turut membawa Aqila sang calon mahasiswa baru yang ingin diurus tersebut.
Dalam pertemuan itu, Nurjannah kemudian menyerahkan uang Rp 180 juta kepada DD melalui Rahmatia untuk meloloskan calon mahasiswa baru Unhas Makassar tersebut. DD kemudian memberikan Rahmatia sebesar Rp 30 juta, sedangkan sisanya sebesar Rp 150 juta diambil DD.