Liputan6.com, Ankara - Pameran foto adalah acara yang rutin bagi Kedutaan Rusia di Turki. Jadi, ketika ada seorang pria mencabut senjata dan menembakkan pelurunya, Burhan Ozbilici, fotografer Associated Press yang hadir dalam acara itu berpikir, itu salah satu aksi teater.
"Tapi ternyata bukan," kata Burhan seperti dikutip dari News.com.au, Selasa (20/12/2016).
Advertisement
"Karena beberapa detik kemudian, Dubes Rusia untuk Turki, Andrey Karlov jauh tergeletak di lantai dan penyerang mengacung-acungkan pistolnya ke arah kami, serta berteriak macam-macam," tambahnya.
Penembak memuntahkan delapan peluruh ke tubuh dubes lalu ke beberapa foto yang tergantung di dinding. Para tamu segera merunduk dan berlari mencari perlindungan. Bersembunyi di tiang atau di bawah meja.
"Aku bisa menempatkan diriku untuk mengambil foto terdekat dengan penembak," kata Burhan lagi.
Ia sempat meneriakkan sejumlah kalimat. Di antaranya, "Jangan lupakan Aleppo! Jangan lupakan Suriah!"
Pelaku juga meneriakkan sejumlah kata dalam bahasa Rusia.
Saat kejadian, pelaku berdiri di belakang Dubes Karlov yang sedang menyampaikan sambutan.
Penembak adalah mantan polisi, Mevlut Mert Altintas. Pria 22 tahun itu akhirnya tewas setelah dilumpuhkan pihak keamanan.
Pameran foto itu berjudul From Kaliningrad to Kamchatka, from the eyes of travelers, sebuah kisah foto di kawasan Baltik hingga ke arah timur Rusia.
"Aku memutuskan datang karena lokasi itu searah dari kantor ke rumahku," ujar Burhan.
"Saat aku datang, pidato telah berlangsung. Ketika Pak Dubes tengah berpidato, aku memang mendekat ke arahnya. Murni berpikir bahwa foto ini bagus untuk kisah-kisah hubungan Turki-Rusia," jelas Burhan.
"Ia berbicara pelan, seingatku. Namun, juga penuh cinta bercerita tentang negerinya. Ia berhenti sesekali agar penerjemah dapat menerjemahkan pernyataannya," tambahnya lagi.
Saat itulah, si penembak beraksi.
"Butuh sepersekian detik bagiku untuk sadar apa yang terjadi: seorang pria tewas di depanku. Sebuah kehidupan menghilang sebelum aku berkedip," kenang Burhan atas insiden itu.
"Aku jelas kaget dan sedih namun aku tetap mengambil foto sebanyak mungkin, sambil bersembunyi di kolom tiang," lanjutnya.
Ketika ia tiba di kantor untuk mengedit foto, fotograger itu kaget, betapa dekatnya si pembunuh dengan korbannya.
Siapakah Si Pembunuh?
Mevlut Mert Altintas. Pria 22 tahun itu adalah mantan polisi Turki yang dipecat pasca-penyelidikan atas kudeta 15 Juli 2016 lalu yang gagal menggulingkan rezim.
Sementara, seperti dikabarkan situs media lokal, Yeni Safak, pelaku pernah bergabung dalam pasukan anti huru-hara di Ankara.
Altintas diduga terkait dengan organisasi FETO yang dikaitkan dengan Fethullah Gulen. Pria yang diduga masuk ke galeri dengan menyamar sebagai polisi dan menggunakan identitas palsu itu kemudian tewas di tangan aparat di lokasi kejadian.
FETO adalah julukan Turki bagi organisasi Gulen yang mereka klaim sebagai teroris. Menurut pemerintahan Recep Tayyip Erdogan, gerakan Gulen telah menjalankan "sebuah negara paralel" dalam birokrasi sipil dan militer dan memiliki agenda tersendiri.
Gulen sendiri telah hidup di pengasingannya di Pennsylvania, Amerika Serikat (AS), sejak 1999.
Identitas pelaku diperkuat pernyataan Menteri Dalam Negeri Suleyman Soylu yang mengatakan, pria itu pernah bekerja dalam kesatuan polisi anti huru-hara selama 2,5 tahun.
Aparat Turki dilaporkan menahan ibu, saudari, dan teman sekamar Altintas untuk menjalani pemeriksaan.
Aksi sadis Altintas diabadikan dalam video dan foto yang diambil dari lokasi kejadian.
Dalam video yang beredar di media sosial, pelaku penembakan terdengar meneriakkan sejumlah kalimat, di antaranya, "Jangan lupakan Aleppo! Jangan lupakan Suriah!"
Pelaku juga sempat memerintahkan orang-orang yang ada di galeri untuk mundur, dalam Bahasa Turki, sembari mengacungkan senjata.
"Hanya kematian yang bisa membuatku pergi dari sini. Semua orang yang ambil bagian dalam penindasan suatu saat akan membayar perbuatannya," teriaknya.
Insiden penembakan tersebut terjadi sehari sebelum para diplomat dari Turki, Iran, dan Rusia dijadwalkan bertemu di Moskow untuk mendiskusikan situasi di Aleppo.
Advertisement