Liputan6.com, Jakarta - Rencana penerapan sertifikasi halal menjadi hal yang dilematis bagi produsen obat. Lantaran jika diterapkan akan berpengaruh pada pemenuhan obat bagi masyarakat.
Corporate Management System, Business Development, Regulatory Affair, Strategic Investment Director PT Kalbe Farma Tbk Sie Djohan mengatakan, jika hal tersebut diterapkan akan menimbulkan kerancuan pada proses penyembuhan masyarakat.
Sebagai contoh, apabila obat berbahan baku darah diberi label tidak halal, maka akan timbul pertanyaan terkait masalah transfusi darah yang tujuannya sama yakni untuk penyembuhan.
"Kalau dibilang tidak halal (penggunaan obat bahan baku darah), tranfusi darah halal tidak ?"kata dia dalam acara Media Workshop Era Baru Industri Farmasi di Indonesia melalui Biosimilar, di Cikarang, Selasa (20/12/2016).
Baca Juga
Advertisement
Padahal, lanjut dia, penyembuhan penyakit merupakan hal yang mendesak. Oleh karena itu, penerapan sertifikasi halal harus dipikirkan secara matang.
"Yang kita tidak ingin jangan sampai kalau diwajibkan yang produk boleh beredar yang halal artinya obat-obatan tidak memenuhi kriteria itu tak boleh beredar di Indonesia. Kalau tidak boleh beredar saat rumah sakit membutuhkan bagaimana. Ini suatu dilema mungkin kita harus pikirkan penerapan sertifikasi halal," jelas dia.
Dia menuturkan, penerapan sertifikasi halal lebih baik dilakukan secara sukarela. Artinya, sertifikasi itu tidak dipaksakan pada produsen obat. "Saya rasa mungkin yang lebih baik adalah sistem voluntary," ujar dia.