Liputan6.com, Semarang - "Om, telolet om…om…om….telolet dong om!" teriak anak-anak di tepi jalan raya di kawasan Salatiga suatu sore. Teriakan mereka selalu diulang setiap kali lewat sebuah bus malam.
Tak jarang, sambil berteriak-teriak mereka lengah dengan keselamatan diri. Puluhan anak-anak yang minta "di-telolet-in" itu tanpa sadar melangkah agak ke tengah jalan raya. Tentu saja, sopir-sopir itu kemudian membunyikan klaksonnya.
"Telolet…telolet…"
Anak-anak yang sudah siap dengan ponsel berkamera, bahkan tak jarang mereka membawa ponsel berharga mahal itu sigap merekam laju bus dan bunyi klaksonnya. Untuk apa? Ternyata rekaman itu diunggah ke akun media sosial yang belakangan menjadi viral.
Mengapa bocah-bocah itu gemar mendapat telolet dari sopir bus?
Baca Juga
Advertisement
Brahma, bocah Gayamsari Semarang mengaku aksinya merekam klakson bus tersebut bisa mendatangkan kegembiraan dan juga kebanggaan jika suara telolet yang dibunyikan berbeda dengan yang dimiliki teman-temannya.
Ia mengaku berburu rekaman telolet selalu mengajak teman-temannya di kampung. Mereka berburu dengan menunggu di tepi jalan tol.
"Dulu awalnya pernah pake poster dan spanduk, trus sopir membunyikan teloletnya. Sekarang nggak. Tapi, beberapa bus masih membunyikan teloletnya kalau lewat sini," kata Brahma kepada Liputan6.com, di teras rumahnya, kawasan Kampung Tandang.
Brahma dan temannya berburu telolet relatif lebih aman, meskipun tetap berbahaya. Rumah mereka yang berada di atas jalan tol sangat mendukung aktivitas perburuan.
Bahagiakah mereka? "Nggak tahu. Bahagia itu apa. Tapi kami bergembira," kata Naufal, bocah asal Bawen Kabupaten Semarang, Rabu (21/12/2016).
Berbahaya?
Banyak yang menyangsikan keselamatan para pemburu telolet ini. Di mata para sopir, bocah-bocah pemburu telolet ini sebenarnya hanya ingin diperhatikan. Sebagai seorang sopir, ia tetap akan mengutamakan keselamatan.
"Nggak papa. Mereka sebenarnya tidak mengganggu kok. Yang bahaya itu kalau mereka berani mencegat di tengah jalan raya," kata Syafii, warga Magelang yang biasa menempuh rute Yogyakarta-Jakarta.
Menurut Syafii, dengan jalan malam ,pihaknya merasa diuntungkan juga karena para pemburu telolet ini lebih banyak beraktivitas pada sore hari. Meski demikian, tidak semua daerah yang dilalui bisa ditemui bocah-bocah pemburu telolet ini.
Bagi sopir sendiri, mengemudikan bus dengan klakson telolet yang langka merupakan suatu kebanggaan. Telolet menjadi identitas bagi para sopir. Masyarakat akan tahu siapa awak bus dari bunyi klakson yang dimiliki.
"Bukan hanya klakson sih, sebenarnya cat, gambar, stiker atau apapun yang menempel biasanya disesuaikan dengan selera awak bus. Klakson Telolet saya ini saya beli sendiri Rp 825 ribu. Perusahaan tugasnya menyiapkan armada yang mumpuni dan nyaman, sementara saya menjadikannya nyaman bagi pengemudi dan awak bus," kata Syafii.
Bocah-bocah pemburu telolet itu juga menyadari adanya bahaya. Namun, mereka mengaku yang mereka lakukan sejatinya masih wajar. Justru para remaja yang lebih dewasa yang lebih berbahaya.
"Kalau kami hanya berteriak-teriak atau pakai poster. Tapi mas-mas itu yang kemudian menghentikan bus dan berfoto selfie di depan bus. Atau direkam videonya. Itu yang bahaya dan mengganggu," kata Miftah, bocah asal Ngabul, Jepara.
Indonesia sendiri memang sangat jago menemukan atau menciptakan kebiasaan-kebiasaan aneh dan unik. Dalam indeks kebahagiaan dunia yang dilansir oleh PBB, Indonesia menempati urutan ke 79.
Jika kegembiraan adalah salah satu pintu masuk kebahagiaan, betapa kebahagiaan anak-anak Indonesia sangatlah sederhana.
"Om…telolet om……telolet om… telolet!"
Advertisement