Liputan6.com, Moskow - Penembakan Duta Besar Rusia untuk Turki, Andrey Karlov pada Senin 19 Desember lalu ditengarai dapat membidani lahirnya Perang Dunia III. Bukan tanpa sebab, mengingat di lain sisi Rusia tengah tegang dengan NATO, pakta pertahanan di mana Turki bernaung.
Namun ternyata Rusia dan Turki memutuskan bersatu dalam menyikapi tragedi penembakan Karlov tersebut. Keduanya menegaskan bahwa kematian diplomat itu tidak akan memengaruhi hubungan bilateral atau kerja sama terkait Suriah. Demikian seperti dilansir The Guardian, Rabu (21/12/2016).
Advertisement
Menteri luar negeri dan menteri pertahanan Turki telah bertemu dengan mitra mereka dari Rusia dan Iran. Dalam pertemuan ketiga negara itu disebutkan, mereka telah mulai bekerja pada sebuah rencana baru untuk menyelesaikan konflik Suriah.
Saat ini jasad Karlov telah dipulangkan ke Rusia melalui sebuah upacara pelepasan di bandara Ankara yang dihadiri oleh sejumlah pejabat senior Turki. Memimpin upacara tersebut adalah seorang pendeta Ortodoks Rusia.
"Kedua belah pihak sepakat bahwa tindakan tak bermoral ini tidak akan merusak hubungan kami, tentu kami akan melakukan berbagai hal untuk memastikannya," kata Menlu Turki, Mevlut Cavusoglu.
Sebelumnya, sejumlah pejabat Turki mengatakan, pelaku penembakan, Mevlut Mert Altıntas terkait dengan gerakan yang dipimpin oleh Fethullah Gulen. Oleh Presiden Recep Tayyip Erdogan, Gulen dituduh mendalangi upaya kudeta pada Juli 2016 lalu.
"Penyelidikan masih berlanjut tapi temuan menunjukkan keterkaitan pelaku dengan Gulen," kata seorang pejabat senior Turki.
Tudingan tersebut langsung dibantah Gulen. Ulama yang hidup di pengasingannya di Pennsylvania, Amerika Serikat itu juga ikut mengutuk aksi teror ini.
"Saya mengutuk kuat tindakan teror keji ini. Tidak ada aksi teror yang dibenarkan, terlepas dari latar belakang pelaku dan tujuan yang telah ditetapkannya," ungkap Gulen.
Presiden Vladimir Putin turut mengomentari peristiwa penembakan ini. Ia mengatakan pembunuhan Karlov adalah sebuah "provokasi" yang bertujuan merusak hubungan baik kedua negara yang mulai membaik pasca ditembak jatuhnya jet tempur Rusia oleh Turki pada tahun 2015.
"Hanya ada satu jawaban untuk masalah ini: meningkatkan perang melawan terorisme dan para penjahat akan merasakan hal ini," ujar Presiden Putin.
Dalam proses penyelidikan terungkap, penembak Dubes Karlov, Mevlut Mert Altıntas berprofesi sebagai polisi anti huru-hara di Ankara. Saat ini 18 penyidik Rusia telah tiba di Turki demi proses investigasi lebih lanjut.
"Altintas adalah seorang perwira polisi, ia lahir tahun 1994 di Aydin. Altintas lulusan dari Akademi Polisi Izmir. Selama dua tahun terakhir dia bekerja sebagai polisi anti huru-hara dan pasca kudeta ia ditempatkan di Kota Diyarbakir," demikian keterangan Kementerian Dalam Negeri Turki.
Karlov ditembak beberapa kali oleh Altintas pada Senin malam, saat membuka pameran fotografi di sebuah galeri di ibu kota Turki. Tak lama, pelaku tewas diterjang timah panas polisi.
Sejumlah teman sekelas Altintas mengklaim, pemuda berusia 22 tahun itu simpati dengan gerakan Gulen. Dua petugas polisi yang merekomendasikannya dilaporkan telah dipecat karena terkait dengan organisasi ulama besar Turki itu.
Pihak Rusia tidak secara langsung menunjuk Gulen, melainkan mengatakan bahwa serangan tersebut dilakukan oleh "kekuatan gelap" demi merusak hubungan Rusia-Turki dan resolusi damai Suriah.
Ketua pers Kremlin, Dmitry Peskov menggambarkan pembunuhan Karlov menguntungkan pihak yang ingin menyebabkan perselisihan antara Rusia-Turki dan menghentikan normalisasi hubungan kedua negara baik secara bilateral mau pun dalam urusan penyelesaian politik di Suriah.
Serkan Demirtas, seorang koresponden diplomatik untuk surat kabar Hurriyet yang mengenal Karlov secara pribadi mengatakan, dubes Rusia itu menjadi aktor penting dalam normalisasi hubungan Moskow-Ankara.
Tak hanya itu, Demirta pun menjelaskan bahwa Karlov juga memegang peranan penting dalam pembicaraan gencatan senjata yang belakangan membuahkan hasil, yakni evakuasi terhadap warga Aleppo timur. Sosok sang diplomat menurutnya juga sangat sederhana dan tidak pernah bepergian dengan pengawalan.
Bertempat di Moskow, tiga negara, yaitu Iran, Rusia, dan Turki baru-baru ini merilis deklarasi rencana perdamaian Suriah.
"Iran, Rusia, dan Turki siap untuk memfasilitasi penyusunan perjanjian yang sudah sedang dinegosiasikan antara pemerintah Suriah dan oposisi, dan menjadi penjamin," kata deklarasi tersebut.