Pilkada 2017 Sepi, DKPP Minta Pemerintah Turun Tangan Sosialisasi

Jimly juga meminta pengusaha ikut terlibat dalam pendidikan politik masyarakat.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 23 Des 2016, 07:06 WIB
Ketua DKPP Jimly Asshidiqie (kedua kanan) saat tiba di rumah duka mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan Tuty Alawiyah di Bekasi, Rabu (4/5/2016). Tuty Alawiyah wafat di usia 74tahun. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie, prihatin dengan suasana penyelenggaraan pilkada serentak 2017 yang sepi di beberapa daerah. Termasuk di DKI Jakarta, yang justru marak karena kasus dugaan penistaan agama salah satu calon gubernur.

Jimly mengakui, meskipun pilkada serentak berfokus di Jakarta, tetapi semua masyarakat ikut serta secara emosionalnya.

"Isunya malah penghinaan terhadap agama, berubah. Semua masyarakt di Indonesia terlibat secara emosional tetapi bukan untuk isu pilkada, isunya berbeda, penghinaan terhadap agama. Semua masyarakat ikut terlibat," ungkap Jimly di Kantor Kementerian Dalam Negeri Jalan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis 22 Desember 2016

Ia pun meminta agar sosialisasi pilkada serentak di daerah-daerah dilakukan lebih luas lagi. Sebab, kata Jimly, dengan sosialisasi pilkada, maka masyarakat juga mendapat pendidikan politik.

"Saya berharap ada sosialisasi lebih luas, sebab fungsi pendidikan politik itu perlu meski tanpa perlu disebut sebagai pesta demokrasi. Tapi fungsi pendidikan itu perlu dan dibutuhkan untuk meningkatkan partisipasi, mengurangi golput, dan orang bergairah ikut pilkada, jangan apatis," ucap dia.

"Sekarang, orang ribut di seluruh Indonesia tetapi bukan ribut pilkada, tetapi ribut terhadap penistaan agama. Jadi isu beralih padahal kita mau pilkadanya yang semarak, tapi terlalu semarak juga enggak baik karena fungsi pendidikannya tidak ada juga," sambung Jimly.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini pun berharap agar Januari 2017 mendatang, pemerintah ikut turun tangan untuk sosialisasi, jadi tidak hanya Komisi Pemilihan Umum (KPU) saja.

"Kalau hanya disuruh ke KPU saya sangsi, karena kesibukan teknis, dan anggarannya terbatas. Maka sebaiknya ada rakornas Presiden, rakornis dengan media elektronik, dan upaya partisipasi perusahaan CPR (Corperate Political Respons). Pengusaha ikut terlibat dalam pendidikan politik masyarakat," tegas Jimly.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya