Suami Inneke Koesherawati: Saya Bukan Buron KPK

Fahmi mengaku tengah ada urusan di luar negeri dan seharusnya kembali ke Jakarta pada 29 Desember 2016.

oleh Oscar Ferri diperbarui 24 Des 2016, 02:06 WIB
Fahmi Darmawansyah berjalan meninggalkan gedung KPK usai diperiksa, Jakarta, Jumat (23/12). Kasus ini bermula dari Operasi Tangkap Tangan KPK pada 14 Desember lalu terhadap Edi Susilo Hadi, dan tiga orang pegawai PT MTI. (Liputan6.com/Helmi Affandi)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Fahmi Darmawansyah usai pemeriksaan. Direktur Utama PT Melati Technofo Indonesia (MTI) itu diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap proyek pengadaan alat monitoring satelit di Badan Keamanan Laut (Bakamla).

Sebelum digelandang ke mobil tahanan, Fahmi mengatakan, kalau kedatangannya atas inisiatif sendiri. Sebab, dia mengaku belum pernah menerima‎ surat panggilan dari KPK.

"Saya ini datang atas inisiatif sendiri, saya belum dapat surat dari KPK. Saya mau klarifikasi ini, karena ternyata surat kita cek di kantor dan di rumah enggak masuk. Tapi karena niat baik saya, maka saya datang ke sini," ujar Fahmi di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (23/12/2016),

Suami artis Inneke Koesherawati ini mengatakan, dia tengah ada urusan di luar negeri dan seharusnya kembali ke Jakarta pada 29 Desember 2016. Karenanya dia membantah melarikan diri dari KPK usai proyek alat monitoring satelit berujung suap ini terungkap.

"Jadi yang jelas saya bukan buron, saya sudah ada niat baik untuk klarifikasi. Kita lihat skenario Allah seperti apa," kata Fahmi.

KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek pengadaan alat monitoring satelit di Bakamla yang dibiayai APBN-P tahun 2016‎.

Keempatnya, yakni Deputi Informasi‎ Hukum dan Kerja Sama sekaligus Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Utama Bakamla Eko Susilo Hadi, pegawai PT Melati Technofo Indonesia (MTI) Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus, serta Direktur Utama PT MTI Fahmi Darmawansyah.

Oleh KPK, Eko sebagai penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Sementara Adami, Hardy, dan Fahmi selaku pemberi suap disangka dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 ‎huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya