Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa CEO Cyrus Network Hasan Hasbi. Hasan diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan suap rencana proyek pembangunan Pasar Atas Baru Cimahi Tahap II.
Rampung diperiksa, Hasan mengakui, dicecar terkait aliran uang dari Wali Kota Cimahi Atty Suharti Tochija. Terutama ketika Atty masih menjadi calon Wali Kota Cimahi.
Advertisement
"Saya ditanya asal uang Bu Atty (Suharti Tochija, calon Wali Kota Cimahi) dari mana," kata Hasan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (23/12/2016).
Hasan mengakui, KPK menelisik soal aliran duit dari Atty berkenaan dengan survei yang ditangani pihaknya. KPK mencurigai duit tersebut berasal dari duit haram.
"Jadi mereka (KPK) curiga, (hasil suap) duit yang dipakai buat membayar kami," kata Hasan.
Hasan membantah, uang itu bagian dari duit suap yan diterima Atty. Hasan mengaku tidak mengetahui asal usul uang yang dibayar pihaknya untuk melakukan survei pencalonan kepala daerah di Kota Cimahi oleh Cyrus Network.
"Saya tidak tahu (sumber uang dari mana)," ujar Hasan.
Hasan mengatakan, lembaganya digunakan untuk melakukan survei berawal dari perjanjian dengan suaminya Atty, M Itoch Tochija. Dan perjanjian survei itu ditemukan KPK saat operasi tangkap tangan terhadap Atty dan Itoch.
"Ini kan karena kontrak kita sama Pak itoc saja yang (ditemukan) di rumah (Atty)," kata dia.
Hasan sendiri tak mau merinci berapa bayaran yang diterimanya dari Atty. "Kalau angka kan rahasia, tidak dipublikasi juga," ucap Hasan.
Wali Kota Cimahi, Atty Suharti Tochija bersama suaminya, M Itoch Tochija resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK kasus dugaan suap pemulusan ijon proyek pembangunan tahap II Pasar Atas Baru Cimahi.
Oleh KPK, Atty dan Itoch sebagai penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a dan atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara itu, Triswara dan Hendriza selaku pemberi suap disangka dengan Pasal 5 ayat 1 dan atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.