Pengamat: Kedepankan Komunikasi Politik dalam Berantas Teroris

Tim Densus 88 kembali menangkap 4 terduga teroris di Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat, bertepatan dengan hari raya Natal.

oleh Liputan6 diperbarui 25 Des 2016, 19:53 WIB
Penggerebekan terduga teroris di Jatiluhur, Purwakarta

Liputan6.com, Jakarta - Tim Densus 88 kembali menangkap 4 terduga teroris di Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat, bertepatan dengan hari raya Natal, Minggu 25 Desember. Pengamat Intelijen dari Institute For Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai penegakan hukum, peran intelijen keamanan, dan komunikasi politik pemerintah harus dikedepankan dalam pemberantasan terorisme.

"Kita juga harus konsisten terorisme bukan bagian dari ajaran agama apa pun, pemerintah perlu mengajak semua komponen bangsa meningkatkan daya tahan dan tidak menyemai bibit-bibit ancaman kejahatan berlandaskan kebencian ini seperti diskriminasi, kesenjangan sosial, pemarjinalan, dan lain sebagainya," kata Khairul di Jakarta, Minggu (25/12/2016).

Ia menjelaskan, kesadaran religius sedang meningkat tajam belakangan ini dan hal tersebut tentu saja sangat positif. Masalahnya, kata dia, konsolidasi umat pasca-aksi 411 dan 212 tak hanya meningkatkan gairah, namun bermunculan juga kelompok atau golongan baru yang dapat dikatakan belum jelas alirannya dan berpotensi mengajak umat memilih jalan perjuangan ekstrem.

"Jadi apakah bisa dibilang bahwa munculnya gerakan-gerakan perjuangan di umat Islam belakangan ini justru membawa angin segar buat kelompok teror? Tentu tidak langsung," ujar dia seperti dilansir Antara.

Menurut Khairul, potensi ancaman juga tak serta merta meningkat secara langsung, hanya saja eforianya yang perlu diwaspadai terutama di kalangan apa yang disebut kelompok muslim baru itu. "Karenanya, penting bagi para ulama dan tokoh-tokoh agama untuk menjaga barisan umat tetap rapat dan solid," jelas dia.

Bagaimanapun, kata Khairul, perang global melawan terorisme telah gagal karena bukannya mereda, kelompok teror bahkan bermetamorfosis menjadi kelompok aksi insurgensi dengan persenjataan memadai, dukungan logistik, dan teroganisir rapi. Sementara, bicara insurgensi, ia mengatakan tentu saja lawan efektifnya adalah operasi militer.

"Apakah ini semua hendak mengarah dan digiring ke sana (operasi militer)? Semoga tidak. Biayanya sangat mahal dan lebih baik digunakan untuk memperkuat daya tahan masyarakat. Karena virus terorisme masih akan tetap eksis selama kita belum bisa menghilangkan ketidakadilan, kesenjangan, kemiskinan dan kebodohan," tutur Khairul.

Ia menambahkan, Polri dan para pemangku pemberantasan terorisme jangan kehilangan kecerdasan. Sebab, kegagalan meyakinkan masyarakat hanya akan berarti satu hal, kehilangan sumber informasi terbaiknya, yaitu masyarakat.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya