Liputan6.com, Kupang - Presiden Joko Widodo atau Jokowi diminta membatalkan kunjungannya ke Australia tahun depan, jika Pemerintah Federal Australia masih terus berkelit dan tidak mau diajak bekerja sama dalam menyelesaikan kasus tumpahan minyak Montara di Laut Timor pada 2009.
"Australia tampaknya masih terus berkelit dan berbohong untuk diajak kerja sama dalam upaya menyelesaikan kasus petaka tumpahan minyak Montara di Laut Timor pada 2009," kata Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) Ferdi Tanoni kepada pers di Kupang seperti dikutip Antara, Senin (26/12/2016).
Advertisement
Dalam pengamatan dia, pemerintah federal Australia terkesan berusaha melarikan diri dari tanggung jawab sebagaimana yang dikemukakan Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop dalam suratnya kepada Pemerintah Indonesia.
Dalam suratnya Bishop mengatakan Pemerintah Australia belum pernah didekati Pemerintah Indonesia untuk membantu masyarakat yang terkena dampak akibat pencemaran minyak di Laut Timor.
Namun, ketika Pemerintah Indonesia menyampaikan surat permintaan kerja sama membantu masyarakat korban Montara guna bersama menyelesaikan kasus pencemaran Laut Timor, Australia berkelit lagi dengan menyatakan bahwa Pemerintah Australia tidak memiliki yurisdiksi atas perairan negara lain.
MoU Indonesia-Australia
Menurut Tanoni, Pemerintah Australia telah berbohong dengan membuat alasan yang tidak berdasar karena yurisdiksi itu sama artinya dengan otoritas.
"Pemerintahan kita sudah memberikan otoritas kepada Pemerintah Australia guna bersama menyelesaikan kasus petaka tumpahan minyak Montara di Laut Timor, namun mereka masih tetap saja berkelit dan lari dari tanggung jawabnya," tegas dia.
Tanoni menjelaskan, otoritas Pemerintah Australia itu didasarkan pada MoU 1996 tentang kesiapsiagaan dan penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak di laut antara Pemerintah RI-Australia serta surat Menteri Lingkungan Hidup tahun 2014.
Selain itu, ada juga surat dari Kementerian Perhubungan tahun 2015 kepada Pemerintah Australia serta pertemuan resmi antara masyarakat korban dan Pemerintah Australia di dalam gedung Parlemen Australia di Canberra selama dua kali.
Menurut pemegang mandat hak ulayat masyarakat adat di Laut Timor, pada 2010 Duta Besar Australia Greg Moriarty menandatangani sebuah MoU bersama Menteri Perhubungan Indonesia tentang kesediaan Pemerintah Australia mengimplementasikan MoU 1996.
MoU 1996 ini antara lain mengatur tentang kesiapsiagaan dan penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak di laut antara Pemerintah RI-Australia, yang seharusnya digunakan untuk menyelesaikan kasus tumpahan minyak Montara 2009 secara tuntas dan menyeluruh.