Liputan6.com, Kabul - Ada kemarahan di Afghanistan setelah pilot perempuan pertama di angkatan udara negara itu meminta suaka ke Amerika Serikat (AS). Niloofar Rahmani diketahui baru saja menyelesaikan kursusnya selama 18 bulan di Negeri Paman Sam.
Kementerian Pertahanan Afghanistan mengonfirmasi bahwa Rahmani (25) telah mencari suaka ke AS setelah media the Wall Street Journal memberitakan dia takut hidupnya dalam bahaya jika kembali ke negaranya.
Advertisement
Rahmani yang merupakan penerima penghargaan Women of Courage 2015 dari Kementerian Luar Negeri AS telah menjadi simbol dari upaya untuk memperbaiki kehidupan perempuan di negaranya.
Juru bicara Kementerian Pertahanan Afghanistan, Mohammad Radmanish mengatakan, pemerintah berharap permintaan perempuan itu ditolak AS. Selama ini Washington telah menghabiskan miliaran dolar AS untuk membangun pasukan keamanan Afghanistan.
"Ketika seorang petugas mengeluhkan ketidakamanan dan ketakutan akan ancaman keamanan, lalu apa yang harus dilakukan oleh orang awam? Dia membuat dalih bagi dirinya sendiri, tapi kami memiliki ratusan perempuan berpendidikan dan aktivis hak sipil perempuan yang bekerja dan tak ada masalah keamanan," terang Radmanish seperti dikutip dari Reuters, Senin (26/12/2016).
Rahmani lulus dari sekolah penerbangan pada tahun 2012. Ia memenuhi syarat untuk menerbangkan pesawat kargo militer C-208. Perempuan itu berada di AS untuk menyelesaikan kursusnya dan sedianya ia kembali ke Afghanistan pada Sabtu 24 Desember lalu.
Di sebuah negara konservatif yang dikenal sangat keras dalam membatasi gerak-gerik perempuan, kisah Rahmani adalah sebuah contoh langka. Ia menerobos zona yang lazimnya diisi oleh para pria.
Kesuksesannya bagaimanapun menimbulkan kebanggaan. Di lain sisi Rahmani mengaku, ia dan keluarganya menerima ancaman langsung. Tidak hanya dari Taliban, namun juga dari beberapa kerabat yang beberapa kali memaksa mereka pindah rumah.
Kritik pun mengalir kepada Rahmani. Ia disebut membuang-buang uang negara untuk membiayai pelatihannya yang mahal kemudian ia menghindari tanggung jawabnya.
"Niloofar Rahmani telah mengambil satu juta dolar dari kantong rakyat Afghanistan untuk membayar penyelundup manusia agar ia sampai ke AS demi mencari suaka," tulis salah seorang pengguna akun media sosial Facebook.
AS diketahui akan menarik mundur pasukannya dari Afghanistan pada akhir 2016. Namun Negeri Paman Sam memiliki tugas berat untuk "mempersiapkan" kemampuan tempur militer negara itu dalam menghadapi Taliban.
Tak hanya menyediakan dana, namun AS juga memberikan pelatihan. Namun belakangan, puluhan pasukan Afghanistan yang menerima kursus di AS dilaporkan kabur dan setidaknya, satu orang ditahan ketika mencoba menyeberang ke Kanada.