Pendapatan Negara dari Sektor Migas di 2016 Capai Rp 125 Triliun

Dari awal tahun sampai akhir November, Kontraktor migas telah mengerjakan 212 pengeboran sumur pengembangan.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 26 Des 2016, 12:52 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) memperkirakan pendapatan negara dari sektor hulu migas mencapai Rp 125 triliun. Pendapatan tersebut berasal dari 822 ribu barel per hari (bph) lifting minyak dan 6.643 juta kaki kubik (MMSCFD) untuk gas.

Kepala Bagian Humas SKK Migas Taslim Z Yunus mengatakan, sampai saat ini industri hulu migas masih terpengaruh rendahnya harga minyak dunia. Rata-rata harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP), sepanjang 2016 berada pada kisaran US$ 39,15 per barel.

Dengan kondisi harga tersebut, perkiraan penerimaan negara dari hulu migas sampai akhir tahun adalah sebesar US$ 9,294 miliar atau sekitar Rp 125 triliun. "Angka ICP ini lebih rendah dari harga ICP yang ditetapkan pada APBN-P 2016 yaitu sebesar US$ 40 per barel," kata ‎Taslim, di Jakarta, Senin (26/12/2016).

‎Pendapatan tersebut berasal dari realisasi lifting mencapai 822 ribu bph untuk minyak dan 6.643 MMSCFD  untuk gas. Lifiting ini lebih tinggi dari target Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P), sebesar 820 ribu bph untuk minyak dan 6.438 MMSCFD untuk gas.

“Dari awal tahun sampai akhir November, Kontraktor KKS produksi telah mengerjakan 212 pengeboran sumur pengembangan, 1.055 kegiatan work over dan 33,925 kegiatan perawatan sumur,” tutur Taslim.

Salah satu yang berkontribusi signifikan atas pencapaian lifting minyak adalah Lapangan Banyu Urip, Blok Cepu yang mulai berproduksi dengan kapasitas penuh 185 ribu bph‎ semenjak Januari 2016.

Produksi tersebut berasal dari 67 wilayah kerja migas yang sudah berproduksi. Kontributor terbesar lifting minyak lainnya adalah Blok Rokan, Pertamina EP, Mahakam, dan Offshore Northwest Java (ONWJ). Sedangkan lima kontributor terbesar untuk gas adalah Blok Mahakam, Berau, Pertamina EP, Corridor, dan Senoro-Toili.

Sebagian besar lapangan migas pada wilayah-wilayah kerja tersebut sudah dikategorikan sebagai lapangan tua (mature field) dengan produksi yang terus menurun secara alamiah.

Kontraktor Kontrak Kerja Sama (Kontraktor KKS) yang mengerjakan wilayah kerja ini melakukan tiga program utama untuk menekan laju penurunan produksi alamiah ini, yaitu pengeboran sumur pengembangan, kerja ulang (work over), dan perawatan sumur (well service).

"kegiatan-kegiatan tersebut berperan mengurangi laju penurunan produksi alamiah dari lapangan-lapangan tua tersebut," tutup Taslim. (Pew/Gdn)

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya