Liputan6.com, Jakarta - Menjamurnya model transportasi berbasis online memukul usaha transportasi konvensional. Akibatnya, terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran pada usaha transportasi ini. Salah satunya untuk tenaga sopir di angkutan taksi.
Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta, Shafruhan Sinungan, mengatakan telah terjadi penurunan 60 persen unit taksi yang beroperasi di Jakarta. Akibatnya, operator taksi harus mengurangi jumlah sopirnya secara signifikan.
"Jadi, sekarang justru menimbulkan pengangguran lebih tinggi karena perusahaan-perusahaan (taksi) ini ambruk," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Selasa (27/12/2016).
Baca Juga
Advertisement
Dia menjelaskan, dari 27 ribu unit taksi yang ada di Jakarta, kini hanya tersisa 10 ribu unit yang beroperasi. Sedangkan untuk setiap unit taksi biasanya dikendarai oleh dua sopir secara bergantian.
"Jadi satu kendaraan itu dua sopir. Di Jakarta biasanya yang beroperasi 27 ribu unit. Kalau sekarang sisa 40 persen hanya tinggal 10 ribuan unit yang beropersi. Berarti ada sekitar 17 ribu unit yang berhenti beroperasi. Kalau dikali dua itu berarti sekitar 34 ribu sopir. Ini belum termasuk keluarganya dan karyawan yang lain di perusahaan taksi itu," ujar dia.
Selain taksi, ujar Shafruhan, angkutan jenis lain, yaitu bus sedang seperti Metromini dan Kopaja, juga mengalami menurunan. Dampaknya, kini banyak sopir dan kondektur bus sedang ini yang tidak lagi bekerja.
"Bus sedang juga sudah ambruk. Itu kan sebelumnya 6.000 unit. Sekarang yang beroperasi paling tinggal 1.000 unit lebih. Sekarang juga sopir sudah tidak pakai kondektur. Mereka tidak sanggup karena penghasilannya saja ngedrop," tandas dia. (Dny/Gdn)