Bukit Panguk dan Indahnya Sang Surya di Balik Kabut Sutra

Bukit Panguk yang terletak di Desa Mangunan, Kecamatan Dlingo, Bantul menjanjikan pemandangan matahari terbit yang menawan.

oleh Liputan6 diperbarui 01 Jan 2017, 12:44 WIB
Bukit Panguk Kediwung, Bantul, Yogyakarta. (wartawan.top)

Liputan6.com, Jakarta Ada banyak cara menyambut pagi di Yogyakarta, salah satunya adalah berwisata ke Bukit Panguk yang ada di dataran tinggi bagian selatan Yogyakarta, untuk menyaksikan keindahan matahari terbit yang diselimuti halimun.

Bukit Panguk yang terletak di Desa Mangunan, Kecamatan Dlingo, Bantul menjanjikan pengalaman itu. Asal cuaca cerah, pemandangan matahari terbit pun mudah didapati. Menuju tempat ini tidak begitu sulit, karena kendaraan bermotor roda dua bisa sampai ke puncak, namun untuk mobil harus ekstra hati-hati mengingat akses jalan yang curam dan penuh tikungan tajam.

Terminal Giwangan Yogyakarta bisa jadi patokan ketika ingin menyambangi matahari yang menyembul dari deretan bukit Gunungkidul ini. Pertama, lurus saja ke arah selatan lewat Jalan Imogiri Timur, sampai di Pasar Imogiri belok kiri dan mengikuti petunjuk menuju Kebun Buah dan hutan pinus Mangunan. Perkiraan waktu yang dibutuhkan dari Terminal Giwangan sampai ke Mangunan sekitar 30 menit dengan menggunakan sepeda motor.

Keberadaan Bukit Panguk yang menjadi salah satu destinasi wisata di Dlingo sebenarnya tergolong baru. Pada pertengahan tahun ini, seusai Lebaran tepatnya, sebutan kabut sutra mulai viral di media sosial. 

"Pengembangannya masuk ke program kerja sama kami dengan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Bantul," ujar Purwoharsono, Ketua Koperasi Notowono Mangunan, Senin (26/12/2016).

Bukit Panguk sebenarnya hanya salah satu dari tujuh destinasi wisata yang berada di bawah naungan koperasi itu. Destinasi wisata lain di kawasan Hutan Pinus Mangunan yang dikelola oleh Notowono antara lain Gunung Pengger, Puncak Becici Asri, Lintang Sewu, Pinus Sari, Seribu Batu, dan Gunung Mojo.

Mengingat masih baru, tingkat kunjungan wisata ke Bukit Panguk pun belum begitu banyak. "Rata-rata sehari ada 50-100 motor," kata Ipung, sapaan akrabnya.

Ia mengaku belum menarik retribusi untuk pengunjung kawasan ini karena nota kesepahaman lewat Perda baru direalisasikan pada 2017. Jadi, wisatawan bisa secara cuma-cuma menikmati pemandangan pagi hari di areal bukit berbatu andesit ini.

Pengembangan wisata di kawasan itu juga melirik potensi desa yang akan dijadikan sebagai Desa Wisata Mangunan. Ada enam destinasi wisata yang diunggulkan, yakni Kaki Langit, Songgo Langit, Guo Gajah, Kediwung, Kera Ekor Panjang, dan Napak Tilas Sultan Agung. Dari keseluruhan objek di desa wisata, baru Kaki Langit yang masuk kategori berkembang, sedangkan lainnya embrio.

Penggolongan desa wisata dibagi tiga, yakni embrio, berkembang, dan mandiri. Syarat menjadi berkembang, meliputi harus punya SK desa, AD/ART, profil program kerja, dan harus sudah berjalan minimal satu tahun.

Meskipun demikian, homestay di Kaki Langit sudah ada, meski baru ada 16 unit dengan total 32 kamar dan sebuah homestay komunal berkapasitas 50 orang. (Switzy Sabandar)

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya