PM Hungaria Desak Uni Eropa 'Tutup Pintu' Bagi Pengungsi

Desakan Orban muncul menyusul terjadinya penyerangan truk di Berlin, Jerman yang menewaskan 12 orang.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 26 Des 2016, 20:40 WIB
Salinan surat perintah penangkapan seorang pria warga Tunisia, terduga pelaku penyerangan truk di sebuah pasar Natal di Berlin, yang teridentifikasi bernama Anis Amri pada 19 Desember 2016 lalu. (Handout/POLICE JUDICIAIRE/AFP)

Liputan6.com, Budapest - Perdana Menteri Hungaria, Viktor Orban mendesak Belgia untuk melindungi perbatasan Eropa dari imigran ilegal. Pernyataannya ini dipicu oleh serangan mematikan di pasar Natal di Berlin, Jerman.

"Ini belum pernah terjadi sebelumnya bahwa di jantung Eropa, umat Kristiani dibunuh jelang Natal," ujar Orban kepada media veol.hu. seperti dikutip Russian Today, Senin (26/12/2016).

Pelaku penyerangan truk itu diketahui merupakan seorang pemuda Tunisia bernama Anis Amri. Ia menabrakkan truk ke kios-kios di pasar Natal yang berada di samping Gereja Kaiser Wilhelm di Breitscheidplatz pada 19 Desember lalu.

Serangan truk maut itu menewaskan 12 orang dan melukai 56 orang lainnya. ISIS mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut di mana mereka merilis sebuah video yang menunjukkan kesetiaan pelaku kepada pemimpin kelompok teroris itu.

"Sudah jelas bahwa terkait imigrasi, cara lama tidak dapat dipertahankan. Brussels harus berubah, migran yang masuk ke Eropa secara ilegal harus dideportasi, perbatasan perlu dilindungi dan upaya masuknya migran harus dihilangkan," tegas Orban.

Pelaku penyerangan truk maut itu, Amri, diketahui mendarat di Pulau Lampedusa pada tahun 2011. Ia mengaku kepada polisi masih dibawah umur, padahal saat itu ia telah berusia 19 tahun.

Amri pun dimasukkan ke sebuah rumah asuh dan sekolah di Catania. Ini merupakan kebijakan pemerintah Italia untuk "merawat" migran anak yang tiba tanpa ditemani kerabat.

Namun di lingkungan barunya, pemuda itu disebut berperilaku agresif. Ia bahkan pernah mencoba membakar sekolahnya yang pada akhirnya membuat ia ditangkap.

Pada tahun yang sama dengan ketibaannya, ia dijatuhi hukuman empat tahun penjara. Dan pada tahun 2015 ia dibebaskan.

Seharusnya ia dideportasi, namun pihak berwenang Tunisia menolak memulangkannya. Tidak berhasil pulang, Amri akhirnya datang ke Jerman pada Juli 2015 dan di sana ia meminta suaka.

Pada April 2016, Amri mendaftar di sejumlah pusat pengungsian dengan identitas yang berbeda-beda. Lantas pada Juli ia kembali ditangkat karena kedapatan memalsukan identitas. Sempat dipenjara di Ravensburg, tak lama ia kembali dilepas.

Sementara itu PM Orban menegaskan bahwa serangan Berlin sekali lagi telah membuktikan bahwa intergasi migran non-Eropa ke Eropa jelas-jelas sudah gagal.

"Ini mengguncang kepercayaan diri dan harga diri dunia Barat. Perlambatan ekonomi, kejahatan, terorisme, migrasi...pidato bermuka dua yang penuh dengan ketidaktegasan dari para pemimpin Barat tidak akan memberikan jawaban atas semua itu," kata dia.

Berbicara tentang tahun 2017, Orban mendesak agar warga Barat "memberontak" terhadap status quo politik dan menggulingkan pemimpin yang menolak mendengarkan rakyat.

"Setahun lalu, tak ada yang percaya bahwa Inggris akan hengkang dari Uni Eropa atau AS akan menolak klan Clinton. Namun ini akan berlanjut pada 2017, di mana tahun depan akan menjadi momen pemberontakan terhadap demokrasi Eropa," ungkapnya.

Sementara pada saat nyaris bersamaan, Presiden Komisi Eropa, Jean-Claude Juncker membela kebijakan pintu terbuka Eropa yang memungkinkan migran masuk ke benua tersebut.

"Teror akan menghampiri kita jika kita mengizinkannya. Sebuah kesalahan jika mencurigai setiap pengungsi," kata dia.

Menurut Juncker, nilai-nilai dasar yang dianut Uni Eropa tidak akan berubah. Ia pun menegaskan bahwa UE harus menawarkan bantuan kepada mereka yang melarikan diri dari zona perang dan teror.

"Nilai-nilai kita (UE), cara kita hidup bersama dalam kebebasan, koeksistensi dan keterbukaan adalah senjata terbaik melawan teror," tambahnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya