Trump, Brexit dan Mundurnya Pemimpin Dunia Warnai 2016

Ada beberapa peristiwa mengejutkan pada 2016, termasuk menangnya Donald Trump dan referendum brexit.

oleh Andreas Gerry Tuwo diperbarui 27 Des 2016, 12:40 WIB
Pendukung Brexit memegang poster dan bendera Inggris di Westminster, London, Kamis (23/6). Perhitungan suara hasil Referendum Brexit menunjukkan mayoritas rakyat Inggris memilih “Brexit” alias keluar dari Uni Eropa. (REUTERS/Toby Melville)

Liputan6.com, Jakarta - Tahun 2016 merupakan tahun yang begitu mengejutkan. Betapa tidak, tercatat ada sejumlah kejadian penting yang sama sekali tidak diramalkan sebelumnya, terjadi pada tahun ini.

Mulai dari keluarnya Inggris dan Uni Eropa, terpilihnya miliarder nyentrik Donald Trump jadi Presiden Amerika Serikat dan mundurnya beberapa pemimpin dunia mewarnai dinamika dunia di 2016.

Berikut sejumlah peristiwa mengejutkan dunia yang terjadi pada 2016:


1. Inggris Keluar dari Uni Eropa

Ilustrasi Brexit (ibtimes)



23 Juni 2016. Masyarakat Inggris membuat keputusan mengejutkan, mereka memilih hengkang dari Organisasi Multilateral Benua Biru, Uni Eropa.

Referendum British Exit atau Brexit, yang digelar diseantero Negeri Ratu Elizabeth menunjukkan, kubu pro- Brexit memperoleh 51 persen suara. Sementara kelompok yang menginginkan Inggris bertahan hanya 48 persen.

Sesaat setelah kubu pro-Brexit menang nilai tukar pound sterling jatuh ke posisi terendah dalam 30 tahun terhadap dolar.

Tercatat ada 2 alasan utama kenapa Inggris memilih hengkang dari UE.

Pertama, mereka yang menginginkan Brexit terjadi percaya bahwa jangkauan kekuasaan UE begitu besar hingga berdampak pada kedaulatan Inggris.

Kedua, kelompok pro-Brexit merasa terganggu dengan aturan yang ditetapkan di Brussels, markas UE, di mana mereka meyakini hal itu mencegah bisnis beroperasi secara efisien. Isu migran adalah alasan ketiga sekaligus utama yang memicu perdebatan Brexit 'memanas'.

Sebagaimana diketahui bahwa salah satu prinsip kunci dari UE adalah pergerakan bebas setiap warganya. Ini berarti warga Inggris dapat bekerja dan hidup di negara mana saja yang tergabung dalam UE, begitu juga sebaliknya.

Terdapat sekitar 3 juta warga UE lainnya yang hidup di Inggris, sementara terdapat 1,2 juta warga Inggris yang tersebar di sejumlah negara UE. Briton, sebutan untuk warga Inggris, menyalahkan para migran terkait dengan sejumlah isu seperti pengangguran, upah rendah, dan rusaknya sistem pendidikan serta kesehatan bahkan kemacetan lalu lintas.

Sebenarnya Inggris pun pada awalnya sebenarnya enggan bergabung dengan UE. Di akhir perang dunia II lebih tertarik untuk fokus pada sektor perdagangan dan investasi dengan sejumlah mantan koloninya, seperti AS, India, Kanada, dan Australia.

Pada 1960-an, Inggris pun berubah pikiran. Britania Raya akhirnya memutuskan bahwa akan lebih baik jika bergabung dengan Komunitas Ekonomi Eropa (EEC), kelak menjadi UE. Namun keinginan Inggris itu mendapat penolakan dari sejumlah negara Eropa, khususnya Prancis.

Pinangan Inggris untuk bergabung dengan EEC ditolak pada 1961. Presiden Prancis ketika itu, Charles de Gaulle, takut Inggris akan menjadi kuda troya--musuh di dalam selimut--bagi pengaruh AS.

Setelah de Gaulle lengser dan digantikan Felix Gouin, tepatnya pada 1967, Inggris kembali melamar menjadi anggota UE. Kali ini permohonan itu diterima dan Britania Raya resmi bergabung dengan zona perdagangan bebas UE pada 1973. Setelah itu EEC berganti nama menjadi Masyarakat Eropa dan terakhir menjadi UE.

Saat ini Uni Eropa tidak hanya berkutat pada sektor perdagangan, tetapi juga hak asasi manusia dan kebijakan luar negeri terkait dengan hukum lingkungan. Sejumlah organ penting UE antara lain Parlemen UE, Komisi UE, Mahkamah UE, dan Bank Sentral UE.


2. Donald Trump Jadi Presiden AS

Calon presiden terpilih AS, Donald Trump (Reuters)


Tidak ada yang mengira Trump bisa menang dalam pemilu AS 2016. Hampir seluruh pengamat, lembaga survei, bahkan internal Partai Republik itu memicingkan sebelah mata pada miliarder nyentrik yang terkenal dengan perkataan 'Anda Dipecat' tersebut bisa jadi pengganti Barack Obama.

Trump mengumumkan pencalonan dirinya pada 16 Juni 2015. Bertempat di gedung super megah miliknya di jantung Kota New York. Selain memastikan maju, pria keturunan Jerman ini juga meluncurkan slogan kampanyenya: 'Make America Great Again'.

Dengan suara lantang ketika itu, Trump mendeskripsikan dirinya sebagai orang konservatif, terutama dalam hal sosial dan keagamaan.

Secara gamblang isu yang dibawa Trump demi merebut hati pemilihnya adalah 'patriotisme Amerika', yang ia rasa sudah mulai meluntur.

Langkah Trump jadi Orang Nomor Satu di AS dimulai pada konvensi Partai Republik hari kedua di Cleveland, di mana Trump berhasil melintasi ambang 1.237 suara. Dalam pemungutan suara, pengusaha tajir itu mendapatkan suara 1.542 delegasi.

Setelah resmi jadi Capres Republik, tak mudah bagi Trump memenangi hati masyarakat AS. Seluruh manuver politiknya kerap dimentahkan tim lawan yang dikomandani Capres Demokrat yang juga mantan ibu negara, Hillary Clinton.

Namun, beberapa hari jelang pemilu, Trump mendapat momentum, Di depan Kongres AS, Direktur FBI James Comey mengungkapkan, pihaknya sedang menginvestigasi temuan baru soal email mantan Menteri Luar Negeri AS itu.

"Penyelidik menemukan sejumlah email, yang berhubungan dengan kasus yang tak terkait (dengan penyelidikan sebelumnya)...," kata Comey.

Ia menambahkan, para penyelidik nantinya akan menentukan apakah email-email tersebut mengandung informasi yang dirahasiakan.

FBI sebelumnya telah menemukan bukti bahwa Hillary Clinton memiliki informasi sensitif yang tersimpan dalam server pribadinya.

Comey sebelumnya menyebut, cara istri Bill Clinton itu menangani materi rahasia selama menjabat sebagai Menlu pada 2009-2013 sebagai 'sangat ceroboh'. Namun, FBI membebaskannya dari tuduhan kriminal.

Setelah melakukan penyelidikan, Comey mengatakan meski ada temuan anyar, pihaknya tidak akan mengubah pendapatnya, yakni Hillary Clinton seharusnya tidak menghadapi tuntutan hukum.

Berdasarkan penilaian kami, FBI tidak akan mengubah kesimpulan yang telah kami sampaikan pada Juli lalu," kata Comey dalam sebuah surat pernyataan untuk Kongres.

Sebelumnya, manuver FBI itu membuat petinggi Demokrat marah, tetapi membuat capres Republik, Donald Trump, bersorak.

Pada 8 November 2016, di tengah-tengah musim gugur yang hampir berakhir dan udara semakin dingin, seluruh masyarakat AS yang telah memiliki hak suara menuju tempat pemungutan suara (TPS).

Mereka memakai hak pilihnya demi menentukan nasib negara yang pernah menyandang predikat adidaya tersebut.

TPS di AS pun dibuka dari pukul 06.00 hingga sekira pukul 21.00. Setelah resmi ditutup perhitungan suara langsung dilakukan.

Hasilnya, Trump berhasil mengubah prediksi. Ia mengunguli unggulan dari Partai Demokrat Hillary Clinton.

Menurut perhitungan suara dari AP, Trump memperoleh 276 electoral vote dan 218 untuk Hillary.


3. Mundurnya Beberapa Pemimpin Dunia



Perdana Menteri Selandia Baru, John Key mengunjungi Indonesia dalam rangka meningkatkan perdagangan dua negara (Reuters)

Beberapa pemimpin dunia memilih meninggalkan jabatannya di 2016. Fenomena ini dimulai oleh PM Inggris David Cameron.

Usai referendum, kubu pro-Brexit, mendesak Cameron untuk mundur. Mendengar permintaan tersebut sang pemimpin pun buka suara.

"Rakyat Inggris telah memutuskan untuk meninggalkan Uni Eropa dan kemauan mereka harus dihormati," kata Cameron.

"Kehendak rakyat Inggris adalah instruksi yang harus disampaikan," katanya.

Pernyataan tersebut disampaikan langsung oleh Cameron di depan Downing Street 10, kantor sekaligus kediaman resmi PM Inggris. Ketika menyampaikan pengumuman itu, PM Cameron didampingi oleh sang istri, Samantha.

Cameron mengatakan, ia telah mengutarakan pada Ratu Elizabeth bahwa ia memilih untuk bertahan sementara di kursi perdana menteri, sebelum akhirnya menyerahkan kekuasaan pada penerusnya saat konferensi Partai Konservatif Oktober mendatang.

Setelah Cameron mengundurkan diri, di penghujuing 2016, tepatnya pada November, PM Selandia Baru John Key mengambil langkah serupa.

Di depan para awak media, ia mengumumkan mengundurkan diri setelah delapan tahun menjabat pada 5 Desember 2016.

Key mengatakan, keputusan itu adalah hal terberat dalam hidupnya. "Saya tidak tahu apa yang akan saya lakukan setelah tak lagi menjabat," kata Key seperti dikutip dari BBC, Senin (5/12/2016).

Wakil PM, Bill English, akan menggantikan posisinya sementara sampai Partai Nasional menggelar kaukus untuk memilih PM baru.

Key adalah seorang pemimpin populer. Ia menang tiga kali berturut-turut di pemilu Partai Nasional Selandia Baru pada September 2014.

Menurut New Zealand Heralds, mundurnya John Key dari jabatan PM adalah atas permintaan sang istri, Bronagh Key.

Pengumuman mengundurkan diri ia lakukan saat memberikan keterangan media mingguan dan mengatakan alasannya adalah keluarga. Key berujar tanggal 12 Desember adalah hari resmi ia mengundurkan diri.

Ia mengatakan, pekerjaan ini menuntut pengorbanan yang luar biasa besar, "dari mereka yang saya sayangi."

"Anak-anak saya harus menghadapi gangguan yang luar biasa tinggi. Yang saya ingin katakan bahwa saya telah memberikan apa yang saya punya. Tak ada lagi yang tersisa," kata Key.

Menyusul Key dan Cameron ada naman, PM Italia Mateo Renzi. Keputusan tersebut diambil usai dirinya "babak belur" dengan hasil referendum atas rencananya mereformasi konstitusi.

Dalam sebuah keterangan media tengah malam waktu Italia, Renzi mengatakan akan bertanggung jawab memenuhi janjinya dengan hasil referendum itu. PM termuda itu berujar bahwa kubu "Tidak" yang menolak mereformasi konstitusi harus menjalankan rencana mereka sendiri.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya