Liputan6.com, Jakarta Pengusaha meminta pemerintah untuk mengajukan banding jika Indonesia kalah dalam sengketa dagang dengan Amerika Serikat (AS), Selandia Baru, dan Brasil di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Sengketa ini terkait pembatasan impor produk hortikultura dan hewan, termasuk daging sapi dan unggas.
Ketua Umum Gabungan Perusahaan Perunggasan Indonesia (Gappi) Anton Supit mengatakan, jika kalah, Indonesia harus mengikuti apa yang dituntut ketiga negara tersebut, termasuk membuka pasar dalam negeri untuk produk dari tiga negara itu. Dalam hal perunggasan, Indonesia tengah bersengketa dengan Brasil.
Baca Juga
Advertisement
"Kalau yang hortikultura, itu dituntut oleh AS dan Selandia Baru, yang unggas ini dituntut oleh Brasil. Itu belum diputuskan. Tapi dalam waktu dekat, pada Januari 2017 mungkin akan diputuskan. Kalau kita kalah, kita harus ikut apa yang mereka tuntut," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Rabu (28/12/2016).
Selama ini Indonesia tidak mengimpor ayam dari negara lain. Jika Brasil menang dan meminta Indonesia membuka pasar ayam di dalam negeri, maka akan memukul peternak dalam negeri akibat membanjirnya ayam impor.
"(Tidak impor) karena alasan bio security, juga kehalalannya. Itu jadi kendala. Tapi prinsipnya impor tidak dilarang sepanjang mengikuti aturan," kata dia.
Selain itu, ucap Anton, Brasil bisa saja melakukan retaliasi terhadap produk Indonesia ke negara tersebut. Caranya dengan mengenakan bea masuk yang tinggi pada produk-produk Indonesia.
"Negara bersangkutan akan minta persetujuan WTO untuk melakukan retaliasi. Kerugian akibat dia tidak bisa mengimpor, dikompensasi dengan barang dari kita dikenakan bea masuk yang tinggi, pasti dikenakan untuk komoditas utama," jelas dia.
Oleh karena itu, Anton berharap pemerintah melakukan banding jika Indonesia kalah dalam sengketa dagang ini. Hal tersebut dilakukan untuk melindungi pelaku usaha di dalam negeri.
"Kalau kasus ini masih memberikan peluang kita banding. Saran saya ya kita banding, jangan belum apa-apa sudah menyerah kalah. Kita juga harus introspeksi diri apa yang menjadi kelemahan kita. Kita kan hidup di globalisasi, mau tidak mau WTO jadi acuan. Bisa saja kita buat aturan seenaknya, tapi kan hidup ada aturan main yang tidak bisa seenaknya kita," tandas dia. (Dny/Nrm)