Liputan6.com, Ashulia - Setidaknya 1.500 buruh garmen di Bangladesh dipecat, seminggu setelah melakukan tuntutan kenaikan gaji.
Puluhan pabrik pemasok merek ternama pun terpaksa ditutup setelah pekerjanya melakukan pemogokan massal dan demonstrasi di distrik Ashulia, Bangladesh.
Advertisement
Polisi mengatakan, pada Selasa 27 Desember lalu pabrik mulai dibuka dan telah banyak buruh yang kembali bekerja, namun mereka juga menaham beberapa pemimpin buruh.
Pekan lalu, polisi menangkap seorang wartawan yang terkenal atas liputannya mengenai industri garmen karena dinilai telah "menghasut kerusuhan".
Pria bernama Namzul Huda itu dituduh membuat laporan dan mengadakan pertemuan rahasia dengan pemimpin serikat buruh. Namun tuduhan tersebut disangkal oleh setidaknya salah satu pegawai.
Huda juga merupakan wartawan pertama yang melaporkan masalah pada bangunan kompleks Rana Plaza, satu hari sebelum gedung itu runtuh dan menewaskan 1.100 orang pada 2013.
Runtuhnya bangunan memicu kemarahan global, serta menyotori soal kondisi kerja, upah rendah, dan standar keselamatan dalam industri garmen yang memproduksi pakaian untuk sejumlah merek global.
Dikutip dari BBC, Rabu (28/12/2016), pabrik garmen menempati porsi besar ekspor Bangladesh, di mana adanya gangguan cenderung berdampak pada perekonomian.
Pemecatan 121 pekerja merupakan salah satu pemicu pemogokan massal pada pekan lalu. Para buruh kemudian melakukan protes untuk peningkatan upah minimumnya, yakni dari 5.300 taka (Rp 900 ribu) menjadi 16.000 taka (Rp 2,7 juta).
Namun pabrik kembali beroperasi pada Selasa kemarin. Saat itu lah ratusan pekerja mengetahui bahwa mereka telah kehilangan pekerjaan. Kepala serikat mengatakan, polisi telah menggunakan undang-undang kontroversial untuk menghentikan protes.
Ashulia merupakan pusat produksi garmen yang digunakan oleh sejumlah perusahaan yang mengeluarkan merek pakaian ternama, termasuk Zara, Gap, dan H&M.