Liputan6.com, Beijing - China menyatakan keberatannya setelah kedutaan de facto Jepang di Taiwan mengubah namanya. Tercatat sejak 1 Januari 2017, kantor perwakilan Jepang yang sebelumnya bernama Interchange Association akan berganti menjadi Japan-Taiwan Exchange Association.
Pengumuman terkait pergantian nama tersebut diumumkan melalui situs resmi Interchange Association.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying mengatakan, Tiongkok bersikap konsisten terkait isu Taiwan. Pihaknya menolak gagasan "satu China, satu Taiwan" atau "dua China".
"Ada pun langkah negatif Jepang terkait Taiwan, kami sangat keberatan," ujar Hua seperti dilansir Reuters, Kamis (29/12/2016).
Tiongkok pun mendesak Jepang untuk berpegangan pada prinsip "satu China". Itu disebut Hua sebagai pilihan tepat untuk berurusan dengan Taiwan sehingga tidak mengirimkan pesan yang salah ke Taiwan dan masyarakat internasional. Jika tidak, maka Jepang akan memicu gangguan baru dalam hubungannya dengan China.
Seorang pejabat Interchange Association di Jepang mengatakan keputusan untuk mengubah nama itu diambil sebagai upaya meningkatkan pengakuan terhadap Taiwan. Seperti kebanyakan negara lainnya, Jepang hanya memiliki hubungan informal dengan Taiwan sementara Tokyo menjalin hubungan diplomatik dengan Beijing.
Baca Juga
Advertisement
Tensi China-Taiwan belakangan memanas setelah Presiden Taiwan, Tsai Ing-wen melakukan langkah "berani", menelepon presiden terpilih Amerika Serikat (AS), Donald Trump. Beijing melihat langkah itu sebagai pergerakan kecil oleh Taipei.
Sejak era Presiden Jimmy Carter atau tepatnya pada tahun 1979, AS telah mengakui taiwan sebagai bagian dari "satu China'. Dan sejak saat itu pula tak pernah ada pembicaraan langsung antara Washington dengan Taipei.
"Akan menjadi sebuah kesalahan bagi Tsai dan partainya untuk melebih-lebihkan pembicaraan via telepon tersebut. Dia mencoba untuk membangkitkan ketegangan...yang akhirnya menjadi bumerang," muat China Daily dalam artikelnya.
Sementara itu, di lain sisi, hubungan China dan Jepang juga memiliki sejumlah tantangan. Beijing berulang kali mendesak Tokyo untuk 'bertobat' atas kekejamannya dalam Perang Dunia II. Dan kedua pihak terlibat pula dalam sengketa di Laut China Timur.