Melihat Kehidupan Kaum Pemberontak Paling Kuat di Myanmar

Dua prajurit wanita Tentara Negara Persatuan WA saat menari dalam sebuah acara di Pansang, wilayah pemberontak Wa di Myanmar pada 1 Oktober

oleh Johan Fatzry diperbarui 29 Des 2016, 11:30 WIB
20161229-Kaum-Pemberontak-Myanmar-Reuters
Dua prajurit wanita Tentara Negara Persatuan WA saat menari dalam sebuah acara di Pansang, wilayah pemberontak Wa di Myanmar pada 1 Oktober
Dua prajurit wanita Tentara Negara Persatuan WA saat menari dalam sebuah acara di Pansang, wilayah pemberontak Wa di Myanmar pada 1 Oktober 2016. Kelompok Wa merupakan pemberontak yang paling kuat di Myanmar. (Reuters/Soe Zeya Tun)
Sejumlah warga mengenakan baju tradisional dalam sebuah festival di Pansang, wilayah pemberontak Wa di Myanmar pada 3 Oktober 2016. Kaum pemberontak bertekad mendirikan negara yang sah. (Reuters/Soe Zeya Tun)
Seorang guru mengajarkan pelajaran bahasa Cina di sekolah di Namtit, kawasan pemberontak Wa di Myanmar pada 30 November 2016. Pada 2013 lalu, jumlah anggota Tentara Negara Persatuan WA mencapai lebih dari 30.000. (Reuters/Soe Zeya Tun)
Tentara Negara Persatuan WA (UWSA) melakukan long march dalam sebuah acara di Pansang, wilayah pemberontak Wa di Myanmar, pada 4 Oktober 2016. Kelompok WA ini ditempatkan di wilayah perbatasan dengan China. (Reuters/Soe Zeya Tun)
Pria berusaha membunuh kerbau untuk dimakan dalam festival di desa Pansang, wilayah pemberontak Wa di Myanmar, 3 Oktober 2016. (Reuters/Soe Zeya Tun)
Para perempuan etnis Akha menggunakan pakaian tradisional saat mengikuti festival di desa Pansang, wilayah pemberontak Wa di Myanmar, 3 Oktober 2016. (Reuters/Soe Zeya Tun)
Seorang anak memakai baju mirip seragam Tentara Negara Persatuan WA i pasar Mongmao, wilayah pemberontak Wa di Myanmar, 1 Oktober 2016. (REUTERS/Soe Zeya Tun)
Seorang ibu menggendong buah hatinya saat berjalan-jalan di desa Pansang, wilayah pemberontak Wa, di Myanmar, 3 Oktober 2016. (REUTERS/Soe Zeya Tun)
Seorang anak menggiring lembu-lembunya di Mongmao, wilayah pemberontak Wa di Myanmar pada 1 Oktober 2016. (REUTERS/Soe Zeya Tun)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya