Liputan6.com, Medan - Setelah ditangkapnya Majelis Hakim Tripeni Irianto Putro beserta anggota karena menerima suap dari Gerry Cs dalam kasus gugatan Ahmad Fuad Lubis, KPK dan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara bergegas merapatkan barisan untuk menghapus tinta merah di Sumatera Utara.
Program yang telah disusun untuk mencegah terjadi korupsi di Sumut nyatanya tidak kunjung menuntaskan permasalahan korupsi, sementara kasus demi kasus muncul di setiap tahunnya.
Dari catatan Sentra Advokasi Untuk Hak dan Pendidikan Rakyat (SahdaR), sepanjang tahun 2016 Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Medan telah menyidangkan seratus tiga puluh (130) perkara korupsi, dengan jumlah terdakwa sebanyak seratus tiga puluh orang (130) orang.
Baca Juga
Advertisement
"Angka tersebut hanyalah pengembangan dari 65 kasus yang terjadi di sepanjang beberapa tahun terakhir ini. Masih tercatat 81 dugaan kasus korupsi yang telah terekspos ke publik namun belum ditindaklanjuti," sebut Peneliti SahdaR, Ibrahim dalam keterangan resminya, Rabu, 28 Desember 2016.
Ibrahim selaku Peneliti Divisi Investigasi dan Monitoring Peradilan Sahdar menambahkan, dari 65 kasus korupsi yang telah disidangkan tersebut, lembaga eksekutif menjadi tempat terbanyak terjadinya kasus korupsi, dikuti legislatif dan yudikatif.
"Meskipun hampir 98 persen kasus korupsi terjadi di lembaga eksekutif atau birokrasi, kasus korupsi di yudikatif dan legislatif tidak bisa dianggap remeh, karena hasil analisis menunjukan bahwa dampak kerugian dari satu kasus di lembaga yudikatif dan legislatif lebih besar daripada satu kasus dari eksekutif," sebut Ibrahim.
Keadaan tersebut, lanjut Ibrahim, menunjukan fakta yang cukup mengkhawatirkan. Sebab dari 98 persen kasus di institusi eksekutif memperlihatkan hampir seluruh pemerintahan baik provinsi, kabupaten, maupun kota di Sumatera Utara terjebak dengan kasus korupsi.
Data yang ada menunjukkan sebanyak 27 dari 33 kabupaten/kota di Sumatera Utara mengalami masalah korupsi. Hal itu diindikasikan tidak ada kabupaten/kota di Sumut yang bersih dari permasalahan korupsi, tidak terkecuali dengan Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara. Sebab Pemerintah Provinsi Sumatera menempati posisi teratas penyumbang kasus korupsi di tahun ini.
Ibrahim mengatakan khusus untuk Pemprov Sumut saja ada delapan kasus korupsi yang terjadi. Di antaranya dilakukan Gatot Pujo Nugroho selaku Gubernur Sumatera Utara terpilih dan Kepala Kesbangpolinmas saat itu Edy Sofyan dalam kasus korupsi dana hibah bansos.
Kondisi ini juga diikuti oleh Pemerintahan Kabupaten Toba Samosir yang turut menyumbangkan enam kasus korupsi, yang salah satunya dilakukan oleh Liberty Pasaribu selaku Sekertaris Daerah mereka.
Lebih lanjut Pemerintah Kabupaten Langkat dan Simalungun juga tercatat memiliki empat kasus korupsi yang terjadi di daerah mereka. Keempat daerah ini, menempati posisi kasus korupsi terbanyak.
"Sementara itu 23 daerah lainya secara merata memiliki satu atau dua kasus korupsi," terang dia.
Ibrahim menuturkan, ditilik dari para pelaku korupsi di tahun ini, masih didominasi oleh aparatur sipil Negara (ASN) yakni 64 persen, sementara itu pelaku non pemerintah/swasta sebesar 36 persen. Selanjutnya ditemukan pola yang menunjukan bahwa sektor yang paling rentan terjadi korupsi adalah sektor Pekerjaan Umum dan Bina Marga dengan persentase 25 persen.
"Cakupan itu diikuti dengan sektor kesehatan sebesar 14 persen, pendidikan sebanyak sepuluh persen, dan PPKAD sebanyak sepuluh persen. Hal ini diduga karena sektor-sektor ini mendapat anggaran yang cukup besar dan kegiaatan yang banyak selama setahun terakhir ini," tutur dia.
Sementara kasus-kasus di sektor lain seperti BUMD tujuh persen, Sekretariat daerah 7 persen, pertanian lima persen, pertamanan tiga persen, koperasi tiga persen, BPBD tiga persen, perikanan tiga persen dan kelautan dua persen. Total kerugian dari kasus korupsi di Sumatra Utara ini mencapai Rp 3 triliun lebih.
"Berdasarkan kasus yang sudah disidangkan kerugian negara mencapai angka Rp 129.927,371.139. Diperkirakan terdapat potensi kerugian perekonomian negara sekitar Rp 3.316.524.398.835," pungkas dia.