Liputan6.com, Jakarta Pertikaian antara pemberontak dan militer Suriah kembali pecah. Pertempuran ini terjadi selang dua jam dari kesepakatan gencatan senjata yang sudah dicapai.
Keterangan tersebut disampaikan oleh Kelompok Pemantau HAM Suriah. Pemberontak pun membenarkan hal itu.
"Kelompok pemberontak telah melanggar gencatan senjata. Pertempuran terjadi di Provinsi Hama," sebut keterangan resmi Kelompok Pemantau HAM Suriah seperti dikutip dari Reuters, Jumat (30/12/2016).
Baca Juga
Advertisement
Mendengar mereka disalahkan, kelompok pemberontak Jaish al-Nasr segera buka mulut. Mereka menyanggah semua tudingan tersebut.
"Pemerintah-lah yang telah melanggar gencatan senjata, baku tembak terjadi di Atshan dan Desa Skeik di Provinsi berbatasan dengan Hama," sebut juru bicara Jaish al-Nasr, Mohammed Rasheed.
Beberapa jam sebelumnya, Presiden Rusia, Vladimir Putin, juga telah mengumumkan gencatan senjata antara pemerintah Suriah dengan pasukan pemberontak.
"Laporan baru saja diterima bahwa beberapa jam lalu ada perkembangan yang telah sekian lama kita inginkan dan kita upayakan," kata Putin seperti dikutip dari CNN, Kamis (29/12/2016).
"Tiga dokumen sudah ditandatangani. Gencatan senjata antara pemerintah Suriah dan oposisi adalah poin pertama. Poin kedua, sebuah paket kebijakan untuk mengontrol gencatan senjata. Sementara yang ketiga, deklarasi untuk memasuki pembicaraan damai di Suriah," tambahnya.
Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu mengatakan, bahwa Rusia dan Turki akan menjadi penjamin bagi perjanjian yang ditandatangani pemerintah Suriah dengan pihak oposisi.
Kesuksesan gencatan senjata nasional dinilai akan sangat bergantung pada seberapa patuh faksi-faksi yang terlibat dalam pertempuran untuk meletakkan senjata. Rezim Suriah saat ini didukung oleh kelompok dari Irak, Iran, dan Lebanon.
Sepanjang bulan ini, Turki dan Rusia telah beberapa kali berusaha mewujudkan kerja sama dalam perjanjian gencatan senjata di Kota Aleppo. Namun banyak di antaranya gagal dan yang terakhir berhasil dengan dimungkinkannya evakuasi puluhan ribu warga Aleppo yang telah berada di bawah kekuasaan pemberontak selama lebih dari empat tahun.