Liputan6.com, Jakarta - Sepanjang tahun yang didominasi isu perceraian Inggris dari Uni Eropa atau Brexit, juga kejutan Donald Trump terpilih menjadi Presiden ke-45 Amerika Serikat terpilih, Asia dan Australia terlihat sebagai wilayah yang relatif stabil selama 2016.
Meski demikian, terdapat sejumlah peristiwa di Asia yang cukup menjadi sorotan dunia.
Advertisement
Misalnya saja penguatan kerja sama antara Filipina dengan Rusia, protes besar untuk menuntut pengunduran diri Presiden Korea Selatan, dan penghapusan 86 persen mata uang dengan nilai relatif kuat atau hard currency di India.
Sejumlah pemimpin Asia pun menerima 'rapor' atas kinerjanya di penghujung 2016. Pada 29 Desember 2016, Bloomberg mengeluarkan penilaian untuk delapan pemimpin di Asia dan Australia.
Penilaian tersebut dilihat dari tiga hal, yakni nilai tukar mata uang, pertumbuhan ekonomi yang didasarkan pada Gross Domestic Product (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB), dan angka dukungan atau biasa disebut approval rating.
Berikut 'rapor' delapan pemimpin sepanjang tahun 2016 seperti Liputan6.com kutip dari Bloomberg, Jumat (30/12/2016).
1. Presiden China, Xi Jinping
Nilai Tukar Renminbi: melemah 6,63 persen
GDP: stabil di angka 6,7 persen
Approval Rating: data tidak tersedia
Meski nilai tukar renminbi terhadap mata uang asing mengalami penurunan di bawah pemerintahannya, Presiden Xi Jinping cukup bersinar di dunia internasional.
Pada September lalu, untuk pertama kalinya China berperan sebagai tuan rumah KTT G-20.
Tak hanya itu, Negeri Tirai Bambu itu diprediksi akan memimpin perdagangan bebas Asia.
Hal itu dimungkinkan setelah nasib perjanjian Kemitraan Strategis Trans-Pasifik atau Trans-Pacific Partnership (TPP) tak jelas saat Donald Trump keluar sebagai pemenang dalam Pilpres AS 2016.
TPP beranggotakan 12 negara yakni, Amerika Serikat, Kanada, Australia, Jepang, Selandia Baru, Meksiko, Chile, Peru, Malaysia, Singapura, Brunei dan Vietnam.
Kemenangan Trump berpotensi menarik dukungan AS yang mementahkan blok perdagangan bebas itu.
Padahal, sejumlah pihak berpendapat, TPP dibentuk AS untuk menghadapi China di Asia Pasifik.
Advertisement
2. Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe
Nilai Tukar Yen: menguat 2,25 persen
GDP: turun menjadi 0,9 persen
Approval Rating: turun menjadi 50 persen
Pada akhir tahun 2016, Shinzo Abe memiliki angka dukungan yang meyakinkan dia untuk kembali mencalonkan diri dalam pemilihan umum 2017-- meski mengalami penurunan dari level sebelumnya.
Hal tersebut membuat dirinya memiliki kemungkinan menjadi pemimpin pemerintahan Negeri Sakura yang terlama sejak Perang Dunia II.
Dalam kepemimpinannya, Abe mencari perkembangan solusi soal sengketa wilayah dengan Rusia.
Ia juga menjadi PM pertama Jepang yang mengunjungi USS Arizona di Pearl Harbor, dalam peringatan peristiwa besar yang menimpa AS pada 1941.
Pemboman oleh angkatan udara Jepang kala itu menyeret AS dalam pusaran Perang Dunia II.
3. Perdana Menteri India, Narendra Modi
Nilai Tukar Rupee: melemah 3,06 persen
GDP: turun menjadi 7,3 persen
Approval Rating: 81 persen
PM Narendra Modi beberapa waktu lalu memutuskan untuk menghapus 86 persen hard currency atau mata uang yang relatif stabil nilainya dalam waktu semalam saja tepatnya pada 8 November 2016.
Modi saat itu menarik uang kertas pecahan 500 dan 1.000 rupee. Kebijakannya tersebut menimbulkan kepanikan di kalangan rakyat Negeri Hindustan.
Namun di lain sisi hal tersebut menunjukkan bahwa pria berusia 66 tahun itu bersedia mengambil risiko yang menimbulkan kesulitan pada jutaan warga demi melaksanakan visi India modern: bebas korupsi, hambatan perdagangan internal yang lebih sedikit, dan bersikap keras terhadap Pakistan.
Advertisement
4. Presiden Korea Selatan, Park Geun-hye
Nilai Tukar Won Korsel: melemah 2,87 persen
GDP: turun menjadi 2,6 persen
Aprroval Rating: turun 4 persen
Dibandingkan dengan pemimpin Asia lain, perempuan berusia 64 tahun itu berada dalam posisi terburuk selama 2016.
Park Geun-hye dimakzulkan oleh parlemen pada 9 Desember setelah terlibat skandal korupsi dan nepotisme.
Rakyat Korsel juga menggelar demo besar-besaran di Seoul yang memintanya untuk mengundurkan diri.
Jika pengadilan konstitusi menyetujui pemakzulan, Park akan kehilangan kekebalannya sebagai presiden Korsel dan pemilu akan dilaksanakan 60 hari setelahnya.
Saat ini perdana menteri telah mengambil alih tugasnya untuk sementara.
5. Perdana Menteri Australia, Malcolm Turnbull
Nilai Tukar Dolar Australia: melemah 1,03 persen
GDP: naik menjadi 1,8 persen
Approval Rating: turun menjadi 45 persen
Selama 2015, perdana menteri berusia 62 tahun itu berupaya untuk merangsang pertumbuhan ekonomi yang mandek dalam masa transisi dari era yang mengandalkan komoditas hasil tambang (mining boom).
Popularitas PM Malcolm Turnbull juga merosot karena adopsi kebijakannya yang bertentangan dengan pendapat publik terkait isu-isu seperti perubahan iklim dan pernikahan sesama jenis.
Advertisement
6. Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak
Nilai Tukar Ringgit Malaysia: melemah 4,26 persen
GDP: naik menjadi 4,3 persen
Approval Rating: data tidak tersedia
Pada 2016, Perdana Menteri Malaysia berusia 63 tahun itu menjadi sorotan dunia atas skandal badan investasi negara 1MDB.
Departemen Kehakiman Amerika Serikat berencana menyita dana 1MDB Malaysia lebih dari US$ 1 miliar, atau setara dengan Rp 13 triliun atas dugaan penyalahgunaan dana investasi rakyat itu.
Pada tahun 2017, tantangan untuk PM Najib Razak harus mengatasi kenaikan biaya hidup, dan pada saat yang sama ia harus menjaga defisit fiskal tetap di bawah kendali untuk tetap menjaga agar para investor tak lari.
7. Presiden Filipina, Rodrigo Duterte
Nilai Tukar Peso: melemah 5,29 persen
GDP: naik menjadi 7,1 persen
Approval Rating: naik menjadi 83 persen
Meski kerap kali mendapat kritik dari dunia internasional atas tindakannya dalam memerangi narkoba yang telah menewaskan sekitar 5.000 orang, Rodrigo Duterte tetap meraih kepopuleran tinggi di Filipina.
Pria berusia 71 tahun itu kerap kali mengeluarkan pernyataan kerasnya kepada AS, sementara pemerintahannya makin mempererat kerja samanya dengan China -- sebuah pergeseran politik yang mengguncang kawasan. Sebab, Manila selama ini dekat dengan Amerika Serikat.
Tantangan untuk Duterte pada 2017 adalah menyeimbangkan hubungan Filipina dengan AS dan China, demi menjaga perekonomian tetap baik.
Duterte juga diharapkan mencegah penentangan terhadap kepemimpinannya dari elite bisnis dan politik.
Advertisement
8. Presiden Indonesia, Joko Widodo
Nilai Tukar Rupiah: menguat 2,41 persen
GDP: naik menjadi 5,02 persen
Approval Rating: naik menjadi 69 persen
Joko Widodo atau biasa disebut Jokowi, menjadi satu-satunya pemimpin Asia versi Bloomberg yang mendapat rapor hijau selama pemerintahannya pada tahun 2016, yakni dengan menguatnya nilai tukar rupiah, naiknya GDP, dan kenaikan level dukungan menjadi 69 persen.
Tantangan bagi Jokowi pada 2017 adalah memastikan bahwa rencananya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi tidak melenceng, terutama terkait demonstrasi besar-besaran yang terjadi belakangan ini.