Liputan6.com, Moskow - Presiden Vladimir Putin memerintahkan penutupan sebuah sekolah Anglo-Amerika di Moskow, Rusia. Langkah ini diambil beberapa jam setelah Presiden Barack Obama mengumumkan pengusiran 35 pejabat Rusia dari Amerika Serikat (AS).
Pemerintahan Putin mengumumkan penutupan sekolah berbasis sistem pendidikan AS itu pada Kamis waktu setempat. Sekolah itu disewa oleh kedutaan besar AS, Inggris, dan Kanada.
Setidaknya terdapat 1.200 siswa dari 60 negara yang belajar di sekolah tersebut. Sementara itu CNN melaporkan sebuah rumah peristirahatan di Serebryany Bor, di dekat Moskow yang digunakan oleh Kedubes AS juga akan ditutup.
Langkah Rusia ini datang tak lama setelah Juru bicara Putin, Dmitri Peskov mengatakan tengah mempertimbangkan langkah-langkah balasan atas sanksi yang dijatuhkan AS. Menurut Peskov, keputusan Obama "tak terduga" dan "kebijakan luar negeri yang agresif."
"Langkah-langkah pemerintah AS yang 'umurnya' hanya bersisa tiga ini minggu ini ditujukan untuk dua hal. Pertama, untuk lebih merusak hubungan Rusia-AS yang tengah berada pada titik terendah. Kedua, merusak rencana kebijakan luar negeri dari presiden terpilih," kata Peskov.
Sementara itu seperti dilansir dari BBC, Peskov memastikan pula , reaksi Kremlin nantinya akan menyebabkan "ketidaknyamanan yang signifikan" pada AS. Namun di lain sisi ia mengisyaratkan, pihaknya tidak terburu-buru membalas sanksi tersebut.
Keputusan AS untuk menjatuhkan sanksi keras terhadap Rusia itu dipicu oleh dugaan peretasan ke komputer Komite Nasional demokrat (DNC). Hal itu ditengarai memengaruhi hasil pilpres AS.
Baca Juga
Advertisement
Rusia telah beberapa kali membantah tuduhan tersebut. Moskow mendesak Washington menunjukkan bukti atau jika tidak berhenti melontarkan tudingan.
Sementara itu, presiden terpilih AS, Donald Trump turut menanggapi sanksi yang dijatuhkan pemerintahan Obama. Ia mengatakan, "ini saatnya bagi AS untuk beralih ke hal-hal yang lebih besar dan lebih baik."
Komentar yang disampaikan melalui media sosial Twitter tersebut pernah diungkapkannya beberapa kali menyusul klaim CIA dan FBI atas intervensi Rusia dalam pilpres AS.
Trump juga mengungkapkan, pekan depan ia akan bertemu dengan para pejabat intelijen AS untuk "memperbarui fakta-fakta terkait situasi ini."
Untuk Mempersulit Trump?
Juru bicara tim transisi Trump, Kellyanne Conway mempertanyakan langkah Obama tersebut yang diduganya sebagai upaya untuk mempersulit "hidup" Trump.
"Bahkan mereka yang bersimpati kepada Presiden Obama terkait isu ini mengatakan alasan di balik apa yang dilakukannya hari ini adalah "mencoba membatasi" presiden terpilih," kata Conway kepada CNN seperti dikutip dari Daily Mail, Jumat (30/12/2016).
"Sangat disayangkan jika politik yang menjadi faktor motivasinya. Semua yang kami dengar tentang pilpres itu adalah 'Rusia, Rusia, dan Rusia'. Itu terjadi sejak awal dan ini adalah puncak dari tuduhan dan sindiran itu," terangnya.
Sanksi yang dijatuhkan Obama ini ternyata diapresiasi pemimpin mayoritas Senat asal Partai Republik, Mitch McConnell. Menurut McConnell ini adalah "sebuah langkah awal yang baik, namun datang terlambat."
Ia pun menuding, selama delapan tahun memimpin AS, Obama telah "membiarkan" Rusia memperluas pengaruhnya.
"Orang-orang Rusia bukan teman kita dan Kongres akan meninjau terkait tuduhan bahwa Moskow ikut campur dalam pilpres AS," kata dia.
McConnell pun menambahkan bahwa Kongtes akan bekerja untuk memastikan bahwa setiap serangan ke AS akan mendapat respons yang "luar biasa."
Senator Republik John McCain dan Linsey Graham secara tersirat juga mendukung langkah Obama. Mereka mengatakan, sanksi ini hanyalah "harga murah" yang harus dibayar Rusia karena sudah menganggu pilpres AS dan keduanya menjanjikan akan memimpin upaya di Kongres untuk menjatuhkan hukuman yang lebih berat.
McCain yang berasal dari Arizona dan Graham dari South Carolina sepakat bahwa dugaan serangan siber Rusia pada pilpres 2016 merupakan "perilaku kurang ajar terhadap demokrasi AS". Menurut keduanya pula sanksi Obama itu sudah lama tertunda.
Advertisement