Liputan6.com, Washington DC - Kehidupan supermewah mata-mata Rusia yang tinggal di Amerika Serikat terkuak seiring aksi pengusiran 34 diplomat Negeri Beruang Merah oleh pemerintahan Barack Obama.
Di Negeri Paman Sam, sejumlah warga Rusia dilaporkan hidup di rumah ultrabesar lengkap dengan tempat pesta di dalamnya.
Kondisi tersebut tertutup sangat rapi dalam waktu yang lama. Namun, usai Presiden AS Barack Obama memutuskan menutup dua permukiman Rusia yang berada di New York dan Maryland dan mengusir semua penghuninya, kehidupan rahasia itu akhirnya terungkap.
Di Maryland, perumahan warga Rusia sangatlah mewah. Berdiri di tanah seluas 18,2 hektar. Real estate itu terletak di daerah utama kota tersebut.
Tempat tersebut merupakan salah satu daerah istirahat bagi diplomat Rusia yang ditempatkan di AS. Jaraknya pun tak jauh dari ibu kota AS, Washington DC. Hanya perlu 30 menit perjalanan darat.
Lokasi istirahat itu bentuknya bukan lagi berupa rumah, tapi menjadi cottage dan apartemen. Total properti itu bisa menampung 40 orang keluarga.
Selain sebagai tempat istirahat, perumahan di Maryland dicurigai sebagai pusat kegiatan intelijen Rusia di AS.
Seorang juru foto terkenal AS Gary Landsman berhasil masuk ke perumahan tersebut. Beberapa hasil jepretannya membuktikan betapa mewahnya rumah-rumah di sana.
Dimulai dari ruang makan besar, dinding dengan dekorasi menawan, ruangan hiburan, hingga taman yang luas ada hampir di setiap rumah.
Baca Juga
Advertisement
Beberapa waktu lalu, kehebatan rumah Rusia di Maryland sudah pernah diungkap majalah Washington Life.
Kala mewawancarai Duta Besar Rusia untuk AS masa jabatan 1999-2008, Yuri Ushakov, dalam artikelnya majalah itu menyatakan kediaman di Maryland biasa dipakai menyambut tamu khusus atau rumah persinggahan sebelum berburu.
"Di sini memang tidak ada yang berburu, tapi kami sudah biasa menggunakan nama itu," ucap Ushakov, seperti dikutip dari Daily Mail, Jumat (30/12/2016).
Selain itu, di komplek perumahan tersebut juga digunakan untuk merayakan beberapa hari kenegaraan, termasuk hari kemenangan Rusia.
Rumah di kawasan Maryland sebelum dimiliki oleh seorang pejabat General Motor John J. Raskob. Namun, ia menjualnya ke pihak Uni Soviet
Penjualan tersebut mendapat kecaman masyarakat sekitar. Mereka takut bangunan akan dipakai untuk memperkuat teknologi pembangunan kapal selam Soviet.
Saat Soviet runtuh, Rusia langsung membeli rumah tersebut. Mereka mengeluarkan kocek sebesar US$ 3 juta atau sebesar Rp 40 miliar.
Tak berbeda jauh dengan di Maryland, properti milik Rusia di New York sama mewahnya. Terletak di North Shore, Long Island, rumah besar itu dikenal sebagai Killenworth.
Rumah ini awalnya milik pria bernama George Dupont Pratt sampai sebelum ia meninggal pada 1935. Sempat kosong beberapa lama, Killenworth dibeli Uni Soviet pada era 1950-an.
Tempat ini kerap dipakai liburan diplomat Soviet yang ditempatkan di New York.
Sudah sejak lama, rumah ini menjadi kontroversi. Pasalnya, banyak pihak di AS mengira kalau mata-mata Soviet tinggal di tempat tersebut.
Pada 29 Desember waktu setempat, badan intelijen negara, yakni CIA dan FBI, sebelumnya menuduh Rusia telah mempengaruhi pilpres November lalu untuk membantu Donald Trump memenangkan kursi kepresidenan. Tuduhan tersebut dibantah tegas oleh Presiden Rusia, Vladimir Putin.
Presiden Barack Obama kemudian menandatangani perintah yang menguraikan hukuman bagi individu dan organisasi yang diyakini "merusak, mengubah, atau menyebabkan penyalahgunaan informasi dengan tujuan mengganggu atau merusak proses pemilihan umum atau lembaga".
Dikutip dari Independent, Jumat (30/12/2016), sanksi tersebut berupa penutupan dua permukiman Rusia yang berada di New York dan Maryland. Sebanyak 35 pejabat Rusia dan keluarganya diminta untuk meninggalkan AS dalam kurun waktu 72 jam.
"Kegiatan cyber Rusia dimaksudkan untuk mempengaruhi pemilu, mengikis kepercayaan pada lembaga-lembaga demokratis AS, menabur keraguan tentang integritas proses pemilhan kami, dan merusak kepercayaan lembaga-lembaga pemerintah AS," ujar Obama.
"Tindakan ini tidak bisa diterima dan tidak akan ditoleransi," kata dia.
Obama juga mengisyaratkan bahwa tindakan tersebut hanyalah respons orang-orang Gedung Putih untuk dugaan peretasan pilpres AS dan akan membalasnya di luar pengawasan masyarakat.
"Tindakan ini bukan jumlah total tanggapan kita terhadap kegiatan agresif Rusia. Kami akan terus mengambil berbagai tindakan dalam waktu dan tempat yang kami pilih. Beberapa di antaranya tidak akan dipublikasikan," ucap Obama.
Ketua DPR AS, Paul Ryan, setuju dengan pemerintahan Obama dengan mengatakan bahwa sanksi tersebut telah lama tertunda.
"Rusia tidak memiliki kepentingan yang sama dengan Amerika Serikat. Bahkan, secara konsisten berupaya untuk merusak, menabur ketidakstabilan yang berbahaya di seluruh dunia," ujar Ryan dalam sebuah pernyataan.