Tahun Baru 2017, Rakyat China Terjebak Kabut Asap

Polusi udara berupa kabut asap menyebabkan ratusan penerbangan di sejumlah kota di Tiongkok terpaksa dibatalkan.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 02 Jan 2017, 13:48 WIB
Ilustrasi polusi udara | Via: REUTERS/Jason Lee

Liputan6.com, Beijing - Jutaan orang di China tak bisa menikmati perayaan tahun baru dengan nyaman. Perkaranya adalah tingkat polusi udara yang mengkhawatirkan.

Pencemaran udara juga telah menyebabkan penutupan jalan dan pembatalan penerbangan menyusul peringatan bahaya yang dikeluarkan oleh sejumlah kota di Tiongkok. Demikian seperti dilansir The Guardian, Senin (2/1/2017).

Sementara itu, hari pertama pada tahun 2017, di Beijing, konsentrasi partikel kecil yang masuk ke paru-paru meningkat menjadi 24 kali lipat dari yang direkomendasikan Badan Kesehatan PBB (WHO).

Setidaknya lebih dari 100 jadwal penerbangan dibatalkan. Sama halnya dengan perjalanan bus antarkota yang berangkat dari bandara utama di Beijing.

Di kota pelabuhan Tianjin, lebih dari 300 penerbangan terpaksa dibatalkan. Ramalan cuaca memperingatkan kabut asap tebal akan bertahan hingga 5 Januari. Tak hanya itu, seluruh jalan raya di kota itu juga memiliki jarak pandang pendek sehingga memicu bahaya bagi para pengemudi.

Di China utara, 24 kota mengeluarkan peringatan merah--level tertinggi dari sistem peringatan polusi udara--pada hari Jumat dan Sabtu waktu setempat. Sementara 21 kota lainnya merilis peringatan oranye selama libur tahun baru.

Pembangunan ekonomi selama puluhan tahun terakhir di Tiongkok telah menyebabkan meningkatnya pula polusi udara di hampir seluruh kota besar di negara itu. Pembangkit listrik batu bara milik pemerintah, heating plant, dan manufaktur baja yang terkonsentrasi di sejumlah provinsi di utara China ditengarai sebagi sumber utama polusi.

China telah menyatakan perang terhadap polusi pada tahun 2014. Namun level polusi menunjukkan bahwa perubahan besar tersebut menghadapi sejumlah tantangan.

"Mengapa industri-industri yang mencemari udara tidak berhenti bekerja selama liburan," cuit salah seorang warga Tiongkok di media sosial Sina Weibo.

Seorang lainnya yang menyertai foto kabut asap di luar jendela berkomentar, "Pagi setelah tahun baru di Beijing, aku pikir aku sudah buta."

Kelas menengah China kabarnya sudah tak tahan lagi dengan kondisi udara yang mematikan. Inilah yang disebut-sebut melatarbelakangi puluhan ribu "pengungsi asap" pergi ke Australia, Indonesia, Jepang, dan Maladewa.

Belum lama ini, otoritas China dilaporkan mengumumkan akan meningkatkan produksi batubara menjadi 3,9 miliar ton pada tahun 2020.

Studi pada awal tahun ini menyebutkan setidaknya terdapat satu juta kematian per tahun akibat polusi udara. Pencemaran udara juga berkontribusi atas kematian sepertiga orang di sejumlah kota-kota besar.

Penelitian lain mengatakan bahwa kabut asap telah mempersingkat harapan hidup masyarakat China setidaknya lima setengah tahun.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya