Liputan6.com, Jakarta - Praktik kanibalisme bukan hanya tentang pembunuh berantai yang menyantap bagian tubuh korbannya. Atau mengenai suku pemakan manusia yang tinggal di hutan-hutan terpencil.
Faktanya, kanibalisme dan praktiknya jauh lebih umum daripada yang dikira. Selama berabad-abad orang bahkan melakukannya tanpa harus dilekati stigma tabu tersebut -- melalui praktik medis bahkan pengobatan ala 'vampir'.
Baca Juga
Advertisement
Keluarga kerajaan, pemuka agama, hingga rakyat kebanyakan melakukan praktik kanibalisme medis tanpa merasa malu atau ragu, dengan meyakini bahwa itu demi kebaikan yang lebih besar.
Maklum saja, pada masa lalu, teknologi pengobatan dan kedokteran belum semaju saat ini -- ketika penisilin telah ditemukan, transplantasi jantung dan organ lain dimungkinkan, penelitian sel induk (stem cell) dan perawatan canggih lainnya terus dikembangkan.
Teknologi medis modern yang kita miliki telah melampaui 'imajinasi terliar' nenek moyang kita.
Apa saja praktik pengobatan 'kanibal' dan 'vampir', berikut 10 di antaranya, seperti dikutip dari situs Listverse, Senin (2/1/2017).
1. Bubuk Mumi Mesir
Pada Abad Pertengahan, bubuk mumi adalah obat yang populer di seluruh Eropa.
Debu itu diimpor dari Mesir, dibuat dari jasad manusia sungguhan yang sudah jadi mumi, ditumbuk hingga jadi bubuk.
Ketika dikonsumsi, bubuk tersebut diyakini bisa menyembuhkan berbagai masalah kesehatan, seperti ruam, sembelit, sakit kepala, maag, tumor, dan paralysis.
Sejumlah orang di Timur Tengah mencampur bubuk itu dengan mentega dan menggunakannya sebagai salep pada dekade 1800-an.
Nyaris semua apotek ternama memiliki persediaan garam yang dicampur dengan bubuk mumi.
Kepopuleran bubuk mumi membuat perampokan makam kuno dan penjarahan mayat meraja lela. Sejumlah mumi tokoh terkenal dalam sejarah masa lalu juga bisa jadi telah dicuri dan dijadikan bubuk.
Dalam beberapa kasus, para penyedia mengambil jasad-jasad manusia yang sudah lama, yang belum masuk kategori mumi, dan menggerusnya.
Apakah obat itu berkhasiat? Mungkin ya, atau bisa jadi tidak sama sekali.
Seperti dikutip dari situs Oddly Historical, diduga gagasan menggunakan bubuk mumi sebagai obat berasal dari kesalahpahaman.
Bitumen adalah sejenis aspal yang berasal dari alam atau dari pengolahan minyak bumi, yang pada masa lalu digunakan untuk merawat radang sendi (arthritis).
Bahasa Persia untuk lilin atau wax adalah mumia -- digunakan untuk menyebut bitumen.
Kata yang sama juga digunakan untuk menyebut resin yang digunakan bangsa Mesir kuno dalam proses mumifikasi -- meski resin tak termasuk bitumen.
Dan mumia adalah akar dari kata 'mumi' (mummy) yang dikenal pada era modern.
Jika tak bisa mendapatkan bitumen, para apoteker masa lalu menggantinya dengan mumi.
Advertisement
2. Darah Gladiator
Kehidupan para gladiator atau petarung pada era Romawi berlangsung singkat lagi brutal.
Mereka bertarung mati-matian dalam arena demi memuaskan para penonton, yang berseru dan mencemooh -- yang ingin menyaksikan kematian daripada kemampuan para gladiator itu sendiri.
Di antara mereka yang datang ke arena punya tujuan lain. Mereka di sana untuk mengumpulkan darah para gladiator yang tercecer.'
Penonton semacam itu punya keyakinan aneh, dengan meminum darah pria yang kuat, meski kalah dan terbunuh, mereka akan menyerap vitalitas dan kekuatan gladiator.
Keyakinan datang dari legenda vampir -- yang konon memperbarui tenaganya setelah minum darah manusia.
3. Lumut yang Tumbuh di Tengkorak
Selain mengonsumsi tengkorak manusia yang dihancurkan, orang-orang pada masa Abad Pertengahan juga memakan lumut yang tumbuh di tulang kepala manusia yang telah meninggal dunia.
Menurut legenda, pada masa lalu orang-orang mengumpulkan lumut dari tengkorak tentara yang tewas.
Lumut itu dikerok dari tengkorak, dikeringkan, lalu dibuat bubuk.
Bubuk itu kemudian dilarutkan dengan alkohol dan diyakini sebagai 'obat ajaib' untuk menyembuhkan luka.
Kebanyakan 'obat mujarab' dari masa itu mengandalkan pengertian dalam artian mistis, bukan empiris.
Misalnya, bubuk dari jantung manusia digunakan untuk mengobati penyakit jantung.
Sementara, darah diyakini merupakan simbolisasi kehidupan dan pembaruan. Mereka yang mengonsumsi cairan merah itu berharap tubuhnya kembali 'baru'.
Lalu, apa kaitannya lumut dengan penyembuhan luka?
Meskipun tentara mungkin telah meninggal karena cedera yang diderita dalam pertempuran, lumut dari tengkorak mereka diyakini punya daya ajaib menyembuhkan luka yang serius.
Advertisement
4. Daging Penyembuh
Resep yang ditulis seorang farmakolog Jerman dari Abad ke-17, Johann Schroder menyebut, daging itu harus dipotong kecil-kecil atau diiris, ditaburi myrrh dan lidah buaya, lalu direndam minuman anggur selama beberapa hari.
Lalu, daging itu digantung di tempat yang kering dan teduh hingga tak lagi basah dan berbau.
Namun, seperti dikutip situs Jerman, Spiegel, daging yang dimaksud Schroder bukan ham atau tenderloin sapi, melainkan "mayat seorang pria kemerahan...yang berusia sekitar 24 tahun yang tewas akibat kekerasan tetapi bukan penyakit."
Jasad tersebut, kata dia, harus terkena sinar Bulan selama satu hari dan satu malam, pada hari yang cerah. Konon daging itu bisa menyembuhkan penyakit.
Sejarawan medis Richard Sugg dari Durham University Inggris mengungkapkan, hal itu adalah bukti, kanibalisme tak hanya ditemukan di Dunia Baru, tapi juga di pusat-pusat peradaban di Eropa.
5. Resep Aneh Sang Raja
Mungkin orang mengira, kanibalisme hanya dilakukan mereka yang tak berpunya dan tidak berpendidikan.
Namun, nyatanya ada sebuah ramuan yang dinamakan 'the king’s drops' -- yang digunakan Raja Inggris Charles II untuk menjaga kesehatannya.
Ramuan itu dibuat dari tengkorak manusia yang digali dari sejumlah kuburan di Irlandia, lalu dihancurkan, dan dicampurkan dalam minuman alkohol yang ditenggak sang raja.
Advertisement
6. Obat Awet Muda
Orang-orang berambisi mengembalikan kemudaan mereka. Nafsu jadi awet muda itu lah yang membuat kemunculan sejumlah ramuan atau obat paling aneh dan gila dalam sejarah.
Pada Abad ke-15, Marsilio Ficino, seorang pemuka agama asal Italia merekomendasikan agar mereka yang ingin kembali muda untuk meminum darah segar dari anak muda yang meninggal dalam kondisi sehat.
Bukan sembarang anak muda, ia harus gembira sepanjang hidupnya dan hidup berkecukupan.
Darah itu harus diambil dalam kondisi segar, bukan dari jasad yang mulai terurai.
Bentuk perawatan ala vampir itu direvisi berulang kali dalam sejarah selama berabad-abad, kadang-kadang disebut sebagai obat untuk para lansia, lain kali diaku sebagai obat penyembuh gangguan yang disebut wasting disease.
7. Tengkorak Wanita Muda
Bisa dimengerti bahwa orangtua akan melakukan apa saja untuk menyembuhkan anaknya yang sakit, dengan cara yang paling tak masuk akal sekalipun.
Sejumlah orangtua pada masa lalu bahkan menganggap kanibalisme sebagai jalan keluar.
Misalnya, kasus di mana seorang ayah diberitahu bahwa jika ia mencampur bubuk tengkorak milik wanita muda dengan sirup gula kental (molasses) dan memberikannya pada putrinya yang epilepsi, penyakit itu akan hilang.
Pria itu melakukan apa yang disarankan orang. Hasilnya, nihil. Tak ada tanda-tanda epilepsi yang diderita anak perempuannya mereda.
Itu kasus nyata yang terjadi pada 1847.
Advertisement
8. Cipratan Darah Eksekusi Mati
Dulu ada kepercayaan bahwa penderita epilepsi bisa disembuhkan dengan cara mengerikan ini: berdiri sedekat mungkin dengan lokasi eksekusi mati.
Tangan mereka ditadahkan, dengan bentuk mirip mangkuk, siap untuk menampung darah yang terciprat.
Diyakini, darah dari orang yang kehidupannya direnggut paksa itu bisa menyembuhkan epilepsi.
9. Darah Pria Muda
Saat Paus Innocent VIII terbaring sekarat pada 1492, para dokter mendatangkan tiga pria muda, memeras darah mereka untuk dipindahkan ke tubuh sang pejabat penting.
Paus meminum darah mereka sebagai obat. Tapi, ia tetap meninggal juga.
Advertisement
10. Jantung Manusia
Jantung manusia memiliki sekitar 722 kalori, lebih berkalori dari 285 gram steak sapi.
Dengan dasar itu, sejumlah antropolog percaya bahwa orang-orang berpaling ke kanibalisme untuk memenuhi kebutuhan kalori mereka.
Kebutuhan untuk mengkonsumsi bagian tubuh manusia tertentu didasarkan pada takhayul.
Jantung, misalnya, mewakili kekuatan dalam simbologi. Oleh karena itu, jika pasien makan jantung manusia, ia konon akan memperoleh kekuatan darinya.
Salah satu pemuka pada masa lalu, Briton John Keogh, menulis resep untuk bubuk jantung manusia pada tahun 1700-an.
Tujuan dari pengobatan adalah untuk mengobati pusing dan meningkatkan kekuatan tubuh.
Pasien diminta untuk mengonsumsi obat itu pada pagi hari, saat perut dalam kondisi kosong.