Liputan6.com, Jakarta Laju spektakuler harga minyak mentah dunia pada 2016 dinilai tak akan kembali terjadi di tahun ini. Analis menilai, berbagai masalah terkait pasokan minyak masih akan berlanjut di tahun baru ini.
Harga minyak mentah mencapai kondisi terbaiknya sejak 2009, dengan melonjak hampir 45 persen. Bahkan energi menjadi sektor berkinerja terbaik di 2016.
Kabar baik ini membuat investor dan perusahaan minyak berharap akan ada laju harga lebih besar pada 2017. Ini terutama mengingat OPEC dan negara non-OPEC telah bersepakat untuk memotong produksi minyak, sebagai upaya untuk memecahkan kelebihan pasokan global.
Baca Juga
Advertisement
Memang hasil pertemuan OPEC pada akhir November menyebabkan minyak untuk melompat lebih dari 12 persen hanya dalam satu minggu. Bahkan, berita soal OPEC mendorong harga komoditas ini naik ke posisi tertinggi baru pada Desember.
Namun menurut Tom Kloza, Kepala Analisis Energi Global Oil Price Information Service menilai, kesepakatan yang membawa begitu banyak sukacita juga bisa menjadi dampak buruk bagi harga minyak.
"Saya pikir kita akan melihat [permintaan melebihi pasokan] pada tahun 2017, tapi saya pikir itu akan menjadi front-end load," kata Kloza kepada CNBC, Selasa (3/1/2016).
Kloza percaya bahwa minyak bisa kembali ke posisi tertingginya US$ 62,83, seperti pada Mei 2015. Namun dia ragu harga minyak akan mencapai lebih dari itu.
Ini berarti bahwa minyak masih bisa melonjak hingga 23 persen atau lebih. Namun ini sekaligus menjadi batas tertingginya pada tahun 2017.
"Kita akan melihat beberapa kepatuhan dengan kesepakatan kuota antara OPEC dan non-OPEC, tetapi ini akan memudar di kuartal kedua dan mungkin tidak ada sama sekali dalam paruh kedua 2017," tambahnya.
Dengan kata lain, skenario terburuknya bahwa negara anggota OPEC dan non-OPEC bisa memutuskan kesepakatan tersebut.
Namun Kloza juga berpendapat bahwa faktor domestik bisa memperburuk kondisi membanjirnya pasokan minyak.
"Seperti yang Anda lihat harga naik di atas US$ 55 per barel di pasar negara maju, Anda akan melihat kondisi di West Texas, North Dakota dan bahkan Oklahoma dengan yang disebut shale," kata Kloza, mengacu pada booming produksi energi di AS.
"Itu akan menjadi penentu besar, atau faktor, yang membuat harga minyak di teluk," tambah analis ini.(Nrm/Ndw)