Liputan6.com, Makassar - Terkait kasus percaloan mahasiswa baru Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin (FK Unhas), Kejaksaan Negeri Makassar menegaskan pihaknya belum menerima berkas kedua tersangka, Rahmatia dan Nurjannah, dari penyidik Reskrim Polrestabes Makassar untuk diteliti.
"Belum ada pelimpahan berkas sampai sekarang, yang ada baru surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP)," ucap Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejaksaan Negeri Makassar, Andi Usama kepada Liputan6.com via telepon, Selasa (3/1/2017).
Menurut dia, kejaksaan masih menunggu penyidik Reskrim Polrestabes Makassar untuk melimpahkan berkas kedua tersangka untuk dilakukan pemeriksaan dan penelitian.
"Jadi mengenai perkembangan itu kami belum tahu, karena sampai detik ini berkas belum ada di tangan. Jadi, belum bisa kami bicara jauh terkait kasus calo yang dimaksud," ujar Usama.
Baca Juga
Advertisement
Sebelumnya, Kapolrestabes Makassar Kombes Endi Sutendi mengatakan penyidik telah melimpahkan berkas kedua tersangka ke Kejari Makassar untuk dipelajari dan diteliti.
"Sekarang berkas kedua tersangka sudah perampungan dan informasi dari penyidik berkasnya saat ini sudah di tangan jaksa untuk diteliti apakah sudah dianggap cukup atau masih ada yang perlu dilengkapi," ucap Kapolrestabes Makassar via telepon, Senin, 2 Januari 2017.
Penyidik juga tetap akan mendalami keterlibatan pihak lain dalam kasus percaloan yang terjadi di kampus tertua Makassar tersebut. "Sambil menunggu hasil penelitian berkas kedua tersangka oleh jaksa, tentunya penyidik terus akan mendalami keterlibatan pihak lain yang patut bertanggung jawab dalam kasus calo tersebut," Endi menjelaskan.
Dalam kasus ini, kedua tersangka sempat "bernyanyi" dan menyebutkan peran beberapa pihak yang turut terlibat menikmati uang hasil percaloan mahasiswa baru. Di antaranya Raba, Sulis, Daud, Awal, Dr Rahman, dan Irwan.
Baca Juga
Namun pengakuan tersebut, menurut Endi, dinilai penyidik belum cukup dijadikan dasar untuk menjerat seseorang menjadi tersangka. Sebab, penyidik membutuhkan alat bukti yang cukup.
"Pengakuan saja itu tidak cukup, sehingga penyidik masih mencari alat bukti yang kuat untuk itu," ujar Endi.
Meski demikian, Endi menambahkan, pihaknya akan terus memantau perkembangan kasus ini nantinya di pengadilan. Salah satunya fakta persidangan yang ada.
"Jika terkuat ada peran lain tentu kita akan dalami, apalagi merupakan fakta persidangan nantinya," kata dia.
Pemanggilan Saksi Kunci Simpang Siur
Adapun pemanggilan terhadap enam saksi yang disinyalir kuat sebagai saksi kunci yang disebut tersangka hingga saat ini masih simpang siur. Penyidik dalam hal ini dinilai oleh kalangan aktivis di Makassar, terkesan tidak ada iktikad baik untuk mendalami kasus ini lebih jauh.
"Sampai detik ini keenam (saksi) sudah dilayangkan pemanggilan, tapi tak penuhi panggilan. Namun yang aneh menurut kami, kok penyidik terkesan cuek bahkan tak ada ketegasan menghadirkan paksa keenamnya dengan dasar menghalangi penyidikan," ujar Kadir Wokanubun, penggiat Anti Corruption Committee (ACC) Sulsel.
Kadir menilai sejak awal kasus percaloan di Unhas terungkap, penanganannya terkesan setengah hati. Sejauh ini, penyidik hanya menjerat kedua tersangka dalam kasus pidana konvensional, yaitu pidana penipuan.
Padahal, menurut Kadir, dalam kasus tersebut jelas telah memenuhi unsur dugaan tindak pidana khusus atau korupsi, di mana unsur menyalahgunakan kewenangan sangat jelas kelihatan.
"Tersangka sudah mencoba menjadi whistle blower (pembongkar kasus), tapi aneh kok tidak didalami ya dengan penyidik. Apalagi, semua nama yang terlibat disebut terang-terangan oleh kedua tersangka," Kadir menegaskan.
Kadir berharap jika penyidik ingin dinilai profesional oleh masyarakat, maka kasus tersebut jangan dikanalisasi ke kasus dugaan penipuan murni, melainkan harus didalami unsur tindak pidana korupsinya. Di antaranya unsur gratifikasi dan penyalahgunaan kewenangan.
"Mata rantai kasus ini kuat melibatkan banyak orang atau dilakukan secara berjemaah sehingga perlu keseriusan dalam penanganannya. Jangan ada ditutupi bongkar semua keterlibatan baik pihak luar maupun orang dalam," Kadir memungkasi.
Advertisement
Sepak Terjang Rahmatia
Satu di antara tersangka kasus percaloan penerimaan mahasiswa baru Unhas Makassar adalah Rahmatia. Ia merupakan pegawai negeri sipil (PNS) staf Rektorat Unhas. Aksinya sudah lama dilakukan sejak ia masih di bagian administrasi Fakultas Hukum Unhas.
Di sana, aksi Rahmatia terbongkar, namun sempat diselesaikan secara internal. Ia hanya dikenakan sangsi mutasi di bagian staf Rektorat Unhas. Namun lagi-lagi, setelah dimutasi sebagai staf rektorat, ternyata Tia sapaan akrab Rahmatia itu tak juga jera.
Ia bahkan mencoba melebarkan bisnisnya ke arah yang bisa memberikan untung lebih besar. Yakni, menjadi calo penerimaan mahasiswa baru di Fakultas Kedokteran Unhas.
Petualangan Tia terhenti setelah ia bersama Nurjannah yang merupakan PNS di Diknas Pendidikan Kota Palopo, Sulsel dilaporkan oleh korbannya ke Rektorat Unhas Makassar.
"Nanti setelah ada korban yang melaporkan baru kita ketahui lebih jelas kedok keduanya. Mereka adalah pemain lama dan sudah 19 orang korbannya," tutur Muhammad Dahlan Abubakar, Kepala Humas Unhas Makassar.
Dahlan mengungkapkan jaringan Rahmatia selama menjalankan aksinya sudah mengantongi uang yang jumlahnya lumayan besar, yakni sebesar Rp 1,79 miliar.
"Sudah banyak laporan yang masuk sebelumnya tentang kelakuan Rahmatia. Tapi bukti belum kuat kala itu. Nanti terungkap setelah ada korbannya melapor ke rektorat. Sehingga kita langsung menyerahkan Rahmatia cs untuk ditangani Polsek Tamalanrea Makassar," ujar Dahlan.
Saat menjalankan aksinya, menurut Dahlan, Rahmatia cs meminta uang kepada korban calon mahasiswa baru dengan nilai yang bervariatif. Dari senilai Rp 130 juta hingga yang terakhir dilaporkan korbannya sebesar Rp 400 juta.
Saat diinterogasi penyidik Polsek Tamalanrea, Makassar, Nurjannah yang merupakan satu di antara tersangka mengaku bahwa awalnya ia sementara mengurus anak korban, Aqila bernama Ananda untuk masuk ke Fakultas Kedokteran Unhas.
Saat itu, ia meminta bantuan ke Dr Rahman. Namun, Dr Rahman mengarahkan Nurjannah bertemu dengan Rahmatia yang katanya berperan sebagai panitia penerimaan mahasiswa baru kala itu.
Setelah bertemu, Rahmatia kemudian menyampaikan Nurjannah untuk mencari orang lain agar anak korban bisa diluluskan masuk ke Fakultas Kedokteran Unhas. Sebab, masih ada kuota yang kosong.
Nurjannah lalu menyampaikan kabar itu kepada korban, Aqila. Akhirnya, Aqila bersedia diurus dengan biaya Rp 325 juta.
Namun setelah beberapa lama pengurusan dan tak ada kabar kelulusan, Aqila lalu mencoba menanyakan kepada Nurjannah. Oleh Nurjannah dijawab sesuai penyampaian Rahmatia bahwa Aqila diminta bersabar karena pengurusan sementara berproses.
Jenuh dijanjikan, korban Aqila kemudian menagih uangnya dikembalikan saja. Ia kebetulan sudah masuk ke Fakultas Kedokteran di Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar.
Lantaran uang tak dapat dikembalikan, korban Aqila pun melapor ke Rektorat Unhas Makassar. Pihak rektorat selanjutnya menyerahkan penanganan kasusnya ke Polsek Tamalanrea, Makassar.
Hanya berselang beberapa hari penanganan, kasus percaloan penerimaan mahasiswa baru Unhas Makassar tersebut diambil alih penyidik Reserse Kriminal (Reskrim) Polrestabes Makassar. Hingga saat ini penanganan kasus tersebut masih di bagian Reskrim Polrestabes Makassar.