Liputan6.com, Mimika: Tindak kekerasan terhadap perempuan di pedalaman Kabupaten Mimika, Papua, relatif tinggi. Buktinya, hingga 2002 tercatat sebanyak 250 kasus. Sayangnya, sebagian besar kasus yang termasuk kategori pelanggaran hak asasi manusia itu hampir tak terselesaikan. Alasannya, lokasi kejadian sangat terisolasi. Hal itu dikemukakan pendiri Yayasan Hak Asasi dan Kemanusian Mama Yosefa di Kabubaten Mimika, Papua, baru-baru ini.
Menurut Mama Yosefa, pada umumnya para korban mereka dianiaya, diperkosa, dan dibunuh. Sedangkan para pelaku kebanyakan kaum pria yang berasal dari kalangan milter dan sipil. Anehnya, tindak kekerasan terhadap perempuan di Kabupaten Mimika terjadi sejak keberadaan PT Freeport di Tembaga Pura, pada 1969. Soalnya, sebelum perusahaan tambang asing itu ada, kasus tindak kekerasan terhadap kaum perempuan sangat jarang terjadi.
Mama Yosefa yang juga seorang korban tindak kekerasan mengimbau kaum pria untuk menghargai hak dan martabat perempuan agar kasus semacam ini tak terulang lagi. Apalagi, Mama Yosefa sempat menjadi korban tindak kekerasan. Saat itu, Mama Yosefa sempat di penjara selama tujuh kali. Bahkan, sempat dimasukkan ke dalam kontainer lantaran menuntut PT Freeport menghargai hak adat ulayat.(ORS/Rubai Kadir)
Menurut Mama Yosefa, pada umumnya para korban mereka dianiaya, diperkosa, dan dibunuh. Sedangkan para pelaku kebanyakan kaum pria yang berasal dari kalangan milter dan sipil. Anehnya, tindak kekerasan terhadap perempuan di Kabupaten Mimika terjadi sejak keberadaan PT Freeport di Tembaga Pura, pada 1969. Soalnya, sebelum perusahaan tambang asing itu ada, kasus tindak kekerasan terhadap kaum perempuan sangat jarang terjadi.
Mama Yosefa yang juga seorang korban tindak kekerasan mengimbau kaum pria untuk menghargai hak dan martabat perempuan agar kasus semacam ini tak terulang lagi. Apalagi, Mama Yosefa sempat menjadi korban tindak kekerasan. Saat itu, Mama Yosefa sempat di penjara selama tujuh kali. Bahkan, sempat dimasukkan ke dalam kontainer lantaran menuntut PT Freeport menghargai hak adat ulayat.(ORS/Rubai Kadir)