Cidera Tulang Belakang Dapat Menyebabkan Kelumpuhan

Cidera tulang belakang, baik yang diakibatkan benturan maupun trauma dapat menyebabkan kelumpuhan. Cidera pada badan tulang tak perlu dioperasi.

oleh Liputan6 diperbarui 13 Jan 2002, 07:51 WIB
Liputan6.com, Jakarta: Posisi tubuh sehari-hari ternyata sangat berpengaruh terhadap tulang belakang. Kecenderungan duduk seenaknya, mengangkat beban dengan membungkukkan badan, dan membawa beban berlebihan dapat menyebabkan tulang belakan patah atau memecakan bantalan tulang belakang. Di samping faktor di atas, cidera tulang belakang juga dapat diakibatkan benturan atau trauma, dan infeksi tulang -di Indonesia kebanyakan karena virus tuberkulosis atau TBC tulang. Demikian diutarakan Kepala Departemen Bedah Syaraf Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia R.M. Padmosantjojo di Jakarta, baru-baru ini.

Padmosantjojo menjelaskan, tulang belakang tak hanya sekadar berfungsi sebagai penyangga tubuh. Selain terdiri dari tulang, corpus (badan tulang), dan his (bantalan tulang), di tulang belakang juga terdapat banyak syaraf. Fungsi dari syaraf itu adalah menyalurkan informasi dari otak ke organ tubuh, seperti tangan dan kaki. Sebab itu, bila terjadi cidera pada tulang atau bantalan, maka syaraf akan terdesak dan mengganggu informasi dari dan ke otak. "Akibat paling buruk adalah kelumpuhan," ungkap Padmosantjojo.

Sementara itu, menurut ahli bedah syaraf Rumah Sakit Haji Jakarta Daryo Soemitro, bantalan tulang belakang sendiri mempunyai inti berbentuk seperti gel. Bila terkena benturan atau akibat posisi membungkuk, bantalan bisa pecah ke luar dan menekan syaraf. Kasus ini secara medis disebut hernia nucleus purposus atau HNP. "Jika HNP menyerang, tak ada jalan lain untuk mengobatinya selain operasi," kata Daryo. Tapi untuk cidera yang mengenai badan tulang, sebagian besar tak memerlukan operasi. Cara pengobatan lain, seperti fisioterapi juga cukup membantu.

Lebih jauh, Daryo memaparkan, operasi bedah tulang di Indonesia biasa dikerjakan dokter ahli ortopedi atau ahli bedah syaraf. Tapi, operasi akan lebih baik bila dikerjakan secara bersama-sama. Selain itu, ia menyarankan, agar pasien jeli dan menanyakan risiko tindakan operasi terhadap dirinya. Pasalnya, bukan tak mungkin dokter melakukan kesalahan saat operasi sehingga pasien bisa menderita kelumpuhan permanen pascaoperasi.(ICH/Mira Permatasari dan Bambang Triono)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya