Liputan6.com, Jakarta: Jenderal Besar Abdul Haris Nasution, yang lolos dari peristiwa G30S-PKI di tahun 1965, telah meninggal dunia, Rabu (6/9) kemarin. Jenderal berusia 82 tahun ini adalah salah satu konseptor modernisasi Tentara Nasional Indonesia.
Kiprahnya ini mulai berkibar setelah sempat menjadi guru di Bengkulu dan Palembang, serta pegawai Kotapraja Bandung. Terhitung sejak tahun 1943, Jenderal Bintang Lima yang akrab dipanggil Pak Nas ini mulai mengawali karirnya di bidang militer melalui Akademi Militer Bandung.
Usai pendidikan, Pak Nas langsung menjabat sebagai Komandan Divisi III Siliwangi/TKR-TRI Bandung pada tahun 1945-1946. Setelah itu, jabatan Komandan Divisi I Bandung pun sempat dijabatnya pada periode tahun 1946-1948. Sejak itulah, karir pria penggemar bacaan sejarah ini langsung melesat cepat.
Misalnya saja untuk posisi tertinggi TNI Angkatan Darat seperti Panglima Komando Jawa dan Kepala Staf Angkatan Darat pernah dijabatnya hingga tahun 1962. Padahal, kala itu Pak Nas juga masih mengambil kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Padjajaran Bandung. Kemudian jabatan Menteri Keamanan Nasional dan Menteri Koordinator bidang Politik dan Keamanan juga dipegangnya dari kurun waktu 1959 hingga tahun 1966.
Tak hanya itu saja kiprah Pak Nas di dunia ketentaraan. Jabatan sebagai Wakil Panglima Komando Tertinggi pada tahun 1965 tengah dijabatnya, tepat sebelum terjadi peristiwa G30S-PKI. Pada peristiwa ini, Pak Nas sendiri harus merelakan putrinya Ade Irma Suryani yang gugur ditembak PKI yang berseragam pasukan Cakrabirawa. Sedangkan posisi strategis terakhirnya yang sempat dijabatnya adalah Ketua MPRS untuk periode 1966-1972.
Sebagai Ketua Dewan Penyantun Mesjid Cut Mutia yang terletak dekat rumahnya, Pak Nas dikenal sebagai tokoh yang cukup religius. Bahkan dalam kondisi sakit pun, Pak Nas masih mengusahakan shalat berjemaah setiap Jumat. Semua kebiasaan inilah yang selalu membekas dalam kenangan sang istri, Yohana.
Pak Nas akhirnya kembali ke hadirat Sang Pencipta, setelah tak lagi sanggup bertahan melawan penyakit diabetes dan stroke. Dia meninggal pada Rabu pagi pukul 7.30 WIB di RSPAD Gatot Subroto Jakarta.(BMI/Ester Mulyani, Olivia Rosalina dan Andi Azril)
Kiprahnya ini mulai berkibar setelah sempat menjadi guru di Bengkulu dan Palembang, serta pegawai Kotapraja Bandung. Terhitung sejak tahun 1943, Jenderal Bintang Lima yang akrab dipanggil Pak Nas ini mulai mengawali karirnya di bidang militer melalui Akademi Militer Bandung.
Usai pendidikan, Pak Nas langsung menjabat sebagai Komandan Divisi III Siliwangi/TKR-TRI Bandung pada tahun 1945-1946. Setelah itu, jabatan Komandan Divisi I Bandung pun sempat dijabatnya pada periode tahun 1946-1948. Sejak itulah, karir pria penggemar bacaan sejarah ini langsung melesat cepat.
Misalnya saja untuk posisi tertinggi TNI Angkatan Darat seperti Panglima Komando Jawa dan Kepala Staf Angkatan Darat pernah dijabatnya hingga tahun 1962. Padahal, kala itu Pak Nas juga masih mengambil kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Padjajaran Bandung. Kemudian jabatan Menteri Keamanan Nasional dan Menteri Koordinator bidang Politik dan Keamanan juga dipegangnya dari kurun waktu 1959 hingga tahun 1966.
Tak hanya itu saja kiprah Pak Nas di dunia ketentaraan. Jabatan sebagai Wakil Panglima Komando Tertinggi pada tahun 1965 tengah dijabatnya, tepat sebelum terjadi peristiwa G30S-PKI. Pada peristiwa ini, Pak Nas sendiri harus merelakan putrinya Ade Irma Suryani yang gugur ditembak PKI yang berseragam pasukan Cakrabirawa. Sedangkan posisi strategis terakhirnya yang sempat dijabatnya adalah Ketua MPRS untuk periode 1966-1972.
Sebagai Ketua Dewan Penyantun Mesjid Cut Mutia yang terletak dekat rumahnya, Pak Nas dikenal sebagai tokoh yang cukup religius. Bahkan dalam kondisi sakit pun, Pak Nas masih mengusahakan shalat berjemaah setiap Jumat. Semua kebiasaan inilah yang selalu membekas dalam kenangan sang istri, Yohana.
Pak Nas akhirnya kembali ke hadirat Sang Pencipta, setelah tak lagi sanggup bertahan melawan penyakit diabetes dan stroke. Dia meninggal pada Rabu pagi pukul 7.30 WIB di RSPAD Gatot Subroto Jakarta.(BMI/Ester Mulyani, Olivia Rosalina dan Andi Azril)