Liputan6.com, Jakarta - Mantan Pilot Citilink Tekad Purna Agniamartanto tertangkap kamera Bandara Juanda berjalan sempoyongan. Dia juga meracau saat berada di kokpit. Dugaannya dia dalam kondisi mabuk. Para penumpang was was dan menolak pesawat dikendalikan Tekad.
Perilaku tekad itu mendadak viral di lini masa. Seorang penumpang merekam Tekad yang meracau saat memberikan pengumuman. Dia pun menjadi perbincangan. Sebagian orang menduga pilot berusia 32 tahun tersebut mabuk tembakau gorila.
Advertisement
Meski demikian, Badan Narkotika Nasional (BNN) masih menyelidiki zat yang dikonsumsi Tekad. Kesimpulan sementara, BNN menduga Tekad mengonsumsi ganja sistesis atau nama jalanannya tembakau gorila.
"Itu asumsi di media sosial bahwa yang bersangkutan mengkonsumsi tembakau gorila, tapi tidak dipungkiri seperti itu tanda-tanda mengkonsumsi tembakau gorila," kata Kepala Humas BNN, Kombes Slamet Pribadi, saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (5/1/2016).
Tembakau gorila merupakan nama jalanan dari kanabis sintesis atau ganja sintesa. Zat ini ditemukan dalam bentuk bubuk atau powder atau cairan.
"Bahan-bahannya impor semua. Asalnya dari Amerika," kata Slamet.
BNN, kata Slamet, sudah sejak setahun lalu mendorong Kementerian Kesehatan untuk membuat Peraturan Menteri terkait zat baru, salah satunya adala ganja sintesis.
Dorongan ini berbarengan dengan 48 zat baru temuan BNN pada 2014. "Baru 18 yang masuk dalam lampiran Undang-undang Narkotika," kata Slamet. "Sisanya belum masuk dalam lampiran."
Halusinasi
Slamet menjelaskan efek tembakau gorila adalah pengguna akan terhuyung-terhuyung dengan halusinasi sesuai kepribadian.
"Salah satu efek seseorang akan terlihat "ndomblong" (terhuyung) di dalam dirinya terbayang jadi sesuatu misal superman dan lain sebagainya. Tapi intinya pengonsumsi mengikuti apa yang dirasakan," jelas Slamet di Kantor BNN, Cawang, Jakarta Timur, Rabu 4 Januari 2017.
Selain efek terhuyung, tembakau gorila juga punya efek lain seperti psikosis, agitasi, agresi, cemas, ide bunuh diri, gejala putus zat, bahkan sindrom ketergantungan.
Lalu, bagaimana nasibnya bila zat-zat psikoatif tersebut tidak terlampir di UU Narkotika, apakah akan bernasib sama dengan kasus Raffi Ahmad yang menggantung tanpa akhir?