Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan mengalokasikan anggaran sebesar Rp 1,4 triliun dari pagu anggaran Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) 2017 sebesar Rp 2,02 triliun untuk kegiatan prioritas di bidang perikanan tangkap. Anggaran tersebut akan digunakan khusus untuk para stakeholder di bidang perikanan tangkap.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Zulficar Mochtar, mengatakan, KKP akan konsisten dalam meningkatkan kehidupan nelayan. DJPT, sambungnya, telah mengalokasikan anggaran Rp 1,4 triliun di 2017 dari total pagu Rp 2,02 triliun untuk menjalankan program prioritas.
"Anggaran Rp 1,4 triliun untuk pengadaan 1.080 unit kapal perikanan, 2.990 unit alat penangkap ikan dan 500 ribu premi asuransi nelayan, serta pengembangan 4 lokasi Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT), yakni di Natuna, Nunukan, Saumlaki, Merauke," jelas Zulficar di kantor KKP, Jakarta, Kamis (5/1/2017).
Baca Juga
Advertisement
Dia menambahkan, DJPT juga menyiapkan anggaran untuk pembangunan 7 pelabuhan perikanan di Muara Baru, Bitung, Jembrana, Sendang Biru, Jayanti, Pangandaran dan Untia, yang merupakan prioritas nasional Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Kegiatan prioritas di 2017 adalah SKPT. Lokasi SKPT Merauke akan menggantikan Tual di tahun ini. Sementara Natuna, Nunukan, dan Saumlaki masih terus berlanjut," ujar dia.
"KKP menargetkan produksi perikanan tangkap mencapai 6,62 juta ton dengan nilai produksi Rp 134 triliun," kata Zulficar.
Selain itu, terkait larangan penggunaan alat tangkap pukat hela dan pukat tarik, KKP akan melakukan pendampingan penggantian alat tangkap yang dilarang tersebut untuk beroperasi di wilayah pengelolaan perikanan di Indonesia.
Hal itu dituangkan dalam surat edaran yang dikeluarkan pada 3 Januari 2017 yang disampaikan kepada para Gubernur, Kepala Dinas Provinsi yang membidangi kelautan dan perikanan, serta Kepala Unit Pelaksana Teknis lingkup KKP.
KKP dan pemerintah daerah dalam jangka waktu enam bulan akan mengambil langkah-langkah pendampingan sesuai kebutuhan. Di antaranya, membentuk kelompok kerja penanganan penggantian alat tangkap penangkapan ikan (API) yang melibatkan kementerian/lembaga terkait.
Selanjutnya, memfasilitasi akses pendanaan dan pembiayaan melalui perbankan dan lembaga keuangan non bank. Kemudian, merelokasi daerah penangkapan ikan, mempercepat proses perizinan API pengganti yang diizinkan, memfasilitasi pelatihan penggunaan API pengganti, serta tidak menerbitkan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) baru untuk API yang dilarang.