Polisi Bidik Pejabat Kampus Terkait Percaloan Mahasiswa Unhas

Dalam kasus percaloan mahasiswa baru Unhas ini diduga ada unsur penyalahgunaan wewenang oleh pejabat kampus.

oleh Eka Hakim diperbarui 08 Jan 2017, 18:02 WIB
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Sulawesi Selatan. (Foto: med.unhas.ac.id)

Liputan6.com, Makassar - Meski hasil gelar perkara diakui masih minim alat bukti, penyidik Reskrim Polrestabes Makassar, Sulawesi Selatan memastikan kasus dugaan percaloan penerimaan mahasiswa baru Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin (Unhas) memenuhi unsur tindak pidana korupsi atau tipikor. Sebab, diduga ada unsur penyalahgunaan wewenang oleh pejabat kampus.

"Kenapa kami memastikan dalam kasus percaloan tersebut kuat dugaan unsur tipikor, karena ada pejabat dalam yang menyalahgunakan kewenangannya," kata Kepala Satuan Reskrim Polrestabes Makassar, Kompol M Niam via telepon, Jumat, 6 Januari 2017.

Kendati pihaknya telah mengantongi identitas pejabat yang dimaksud, Niam enggan membeberkannya. Yang jelas, calon tersangka ini didapati setelah melakukan penyidikan mendalam salah satunya dari keterangan kedua tersangka dan beberapa saksi-saksi yang telah diperiksa sebelumnya.

"Jadi setelah dilakukan gelar perkara, kita kembali melakukan penyidikan lebih dalam lagi. Insya Allah pekan depan, kita target untuk merilis siapa pejabat yang akan ditetapkan sebagai tersangka baru tersebut," ujar Niam.

Dalam kasus ini, tersangka Rahmatia membeberkan sejumlah nama yang terlibat dalam jaringannya di hadapan penyidik Reskrim Polrestabes Makassar. Ia mengaku menjadi korban persekongkolan jaringan percaloan di Kampus Unhas yang dilakoni oleh tiga staf rektorat, yakni SS, DA, dan AL.

Awalnya, Rahmatia mengakui dirinya dihubungi oleh pegawai di bagian workshop berinisial AL. AL inilah, kata Rahmatia, yang menyuruh mencari calon mahasiswa baru yang ingin masuk FK Unhas Makassar.

"Dia (AL) menanyakan apakah ada anggota yang mau masuk fakultas kedokteran. Namun saat itu saya bilang tidak ada," tutur Rahmatia.

Tak berselang lama Rahmatia bertemu dengan LK yang merupakan alumnus Unhas dan menetap di RS Inau, Makassar. Dalam pertemuan itu, Rahmatia mengatakan, LK bercerita jika ada anggotanya yang ingin masuk ke FK Unhas. Rahmatia pun teringat langsung kepada AL yang pernah mencari calon mahasiswa baru.

"Saya lalu menghubungi AL, namun yang bersangkutan mengarahkan saya menemui RB, staf rektorat yang katanya bisa mengurus hal tersebut," ujar Rahmatia.

Rahmatia pun mencoba menghubungi RB lewat telepon. Komunikasi pun terjalin, RB meminta uang sebesar Rp 5 juta untuk membantu pengurusan.

"Tapi saya tak transferkan uang yang diminta RB tersebut karena ia menolak bertemu secara langsung dengan saya," ucap Rahmatia.

Alasan RB tak mau bertemu saat itu, menurut Rahmatia, lantaran RB berada di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin. Ia hendak ke Jakarta bersama rektor untuk mengurus nomor stambuk mahasiswa yang lulus.

Selanjutnya, masih menurut Rahmatia, RB pun meminta agar uang tersebut diserahkan ke AL saja. Rahmatia kemudian menyerahkannya dengan bukti kuitansi. Sore harinya, RB kembali meminta untuk ditransferkan uang sebesar Rp 20 juta.

Namun, Rahmatia menolak melakukan transfer uang. Sebab, nomor rekening yang dikirim RB tidak sesuai dengan namanya, tetapi atas nama SS.

Meski demikian, RB kembali meminta agar Rahmatia mencari calon mahasiswa baru lainnya. Ia pun meneruskan pesan milik RB itu kepada Nurjanna. Nurjanna pun kemudian merekrut AQ sebagai calon mahasiswa baru.

"Setelah itu, saya dan Nurjanna lalu bertemu dengan pria berinisial DA (orang suruhan RB) di PCC Makassar. Di situlah Nurjanna dan DA bercerita, namun saya tak tahu apa isi pembicaraannya tersebut," kata Rahmatia.

Setelah pertemuan itu. Rahmatia dan Nurjannah kembali menemui pria berinisial DA di sebuah kafe di bilangan Jalan Perintis Kemerdekaan, Makassar. Namun kali ini, Nurjannah juga turut membawa AQ yang merupakan calon mahasiswa baru yang ingin diurus tersebut.

Dalam pertemuan itu, Nurjannah kemudian menyerahkan uang Rp 180 juta kepada DA melalui Rahmatia. DA kemudian memberikan Rahmatia sebesar Rp 30 juta, sedangkan sisanya sebesar Rp 150 juta diambil DA.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya